Kamis, 31 Maret 2011

PULANG KAMPUNG, sebuah catatan buat mang Azis

Dalam sebuah perbincangan dengan seorang kawan baru di suatu sore, dia menceritakan rencananya untuk pulang kampung.

Dengan antusias dia merinci mimpi-mimpinya, apa yang akan dia lakukan setelah nanti dia meninggalkan pekerjaannya, menjual rumahnya, dan memboyong serta istri dan kedua anaknya.

"Mau apa pulang kampung?" tanyaku dengan nada biasa.

"Banyak," katanya. "Pertama, saya akan membuat bale*, mudah-mudahan satu dua orang akan tertarik untuk datang belajar alquran, tahsin, dan tahfidz", wah...

Selanjutnya, dia juga akan melanjutkan usaha ayahnya mencerdaskan warga kampung dengan mengajar ngaji setiap malam dan berceramah bagi pengajian mingguan ibu-ibu.

Pada perjalanannya nanti, akan dibukanya sekolah yang menggunakan kurikulum berbasis kampung. Yaitu, para siswa akan digiring pada suatu kemampuan dasar yang diperlukan ketika mereka lulus nanti.

Misal, di kampungnya, lapangan kerja yang mendominasi adalah pertanian, maka di sekolah tersebut akan diajarkan bagaimana praktek bertani; turun ke sawah, mencangkul tanah, menanam sayuran, dan lain-lain.

Saya mulai tertarik...

"Kampung saya juga baik untuk peternakan, jadi saya akan ajarkan bagaimana cara ngurusan embe dan munding, menyediakan pakan, dan cara membuat kompos."

Keren... (Jadi kalau kampung dia di pesisir, dia akan membuat sekolah nelayan..)

Setelah perbincangan itu saya terhenyak dan berfikir, betapa sebenarnya pemikiran-pemikiran seperti ini sangat diperlukan oleh masyarakat kita.

Saya mempunyai teman lain yang sangat rajin memanfaatkan lahannya yang terbatas di sekitar rumahnya untuk ditanami berbagai macam tanaman; ubi, talas, pisang....

Disela-sela pekerjaan utamanya sebagai guru, dia menikmati waktunya bermesra dengan tanah gembur dan hijaunya dedaunan. Dia sangat menikmati hobinya itu, terutama jika kebunnya itu menghasilkan...

Dia bercerita betapa persediaan pisang tak habis-habisnya di dapurnya, dia dan keluarganya dapat membagi hasil kebunnya pada tetangganya jika panen tiba, sehingga tetangganya merasa senang.

Saya berkomentar, jika saja setiap pemilik tanah di negara subur ini memanfaatkan setiap jengkal tanahnya seperti bapak itu, tentu tak akan ada keluhan kelaparan atau kekurangan gizi bagi para penduduk.

Di nusantara yang gemah ripah loh jinawi ini, dimana "cau rayud, gedang raang", tak akan ada ibu-ibu yang harus naik ojek 3 km ke pasar hanya untuk membeli cabai dan tomat.

Seperti di kampung saya, hanya segelintir orang yang mampu makan 4 sehat 5 sempurna, karena sebagian besarnya benar-benar tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya, karena tidak mempunyai uang untuk membelinya, dan tidak memiliki kebun sayur dan ternak ayam/bebek.

Aneh, bukan? betapa ironisnya kita ini, hidup di negara agraris yang terbentang luas dibawah garis khattul Istiwa
, dimana tongkat kayu dan batu jadi tanaman , namun memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat rendah.

Belum lagi klaim bahwa Indonesia adalah negara maritim, dimana ikan-ikan lezat di samudera nan luas menanti disantap, oleh bocah-bocah kecil Indonesia nan cerdas pada mulanya, namun kemudian menjadi bodoh gara-gara tidak mampu menangkapnya.

Mengapa? Mengapa oh Mengapa?

Oooohh.... saya tahu sekarang jawabannya..

Terinspirasi rencana kawan baru saya itu, saya ingin mengatakan, bahwa ada yang "missed" dengan pola pendidikan kita.

Lihatlah, betapa kita diajak berkhayal dengan mimpi-mimpi kosong di sekolah dengan sistem pendidikan kita yang mengajarkan "mental pegawai", dengan materi pelajaran yang tidak nyambung.

Seperti waktu sekolah saya dulu, ibu saya berkata, " Nak, kalau nanti kamu jadi guru dan punya gaji, kamu harus bantu saudara-saudaramu yang tidak mampu ya!" pada kenyataannya, sekarang saya belum mampu memenuhi harapan ibu saya itu.

Di sekolah, anak-anak diajari berbagai bidang ilmu yang kurang membumi buat anak seusia mereka. Bahkan kadang sama sekali tidak terpakai pada saat itu dan sesudahnya.

Maaf, bukan maksud saya menafikan ilmu yang mereka dapatkan, tetapi kurang tepat sasaran dan juga waktunya. Sementara jika waktu yang sedikit itu digunakan untuk mengajarkan hal-hal lain yang bersifat "life skills", maka saya yakin hasilnya akan luar biasa.

Contoh, si Ola, anak saya waktu kelas 4 SD. Guru dan buku2 paket mengajarkan PKN tentang istilah-istilah dalam ketata negaraan, sepeerti menghafalkan nama-nama lembaga legislatif dan eksekutif, dsb, ketimbang mengajarkan enterpreuneurship, atau pertanian, atau peternakan yang nyata-nyata diperlukan ketika dia turun gunung nanti.

Ilmu ketetanegaraan tadi terhenti pada ulangan harian dan EHB, setelah itu, ada penghargaan bagi yang nilai rapornya bagus, dan ada keluhan jika sebaliknya.

Sudah....

So what next?

Nanti ketika anak-anak lulus SMA, d kota ataupun di desa, maka nama harumnya akan pudar perlahan-lahan sebagai "anak sekolahan" yang berbudaya tinggi, karena kebanyakan dari mereka tidak dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapatnya di sekolah.

Hal itu disebabkan karena ilmu yang mereka dapatkan masih etrlalu "umum" dan "bias". Pada saat orang tua mereka memerlukan bantuan mereka untuk mengerjakan pertaniannya atau peternakannya,atau membantu di warung kecilnya misalnya, mereka akan "kagok" bahkan "alergic", karena selama ini sekolah tidak mengajarkan hal-hal tersebut pada mereka.

Belum lagi kita bicara masalah akhlak (attitude, pembahasannya lain kali ya...). Bagaimana para lulusan sekolah itu menyikapi "kenyataan" di lapangan.

Nah, sodara...
Marilah kita hidup sejahtera di bumi kita yang subur ini, marilah kita pandai dan terampil mengelola sumber alam kita yang kaya raya ini, dengan memperbaiki pola pikir dalam sistem pendidikan anak-anak bangsa, sebelum semua harta benda kita habis diangkut oleh negara digdaya ke negara mereka.

Lihat, betapa di pasar-pasar kita, baik tradisional maupun moderen, lapak buah dipenuhi oleh jeruk lookam, ponkam, anggur red globe, apel Fuji. Ada lagi kripik singkong import dari Amerika, wortel import dari China, Sapi potong beku dari New Zealand, telur bebek dari Jepang, ikan asin entah dari mana....

Ih... malu deh....


Pondok Pinang, 1 April 2011

Kamis, 24 Maret 2011


Ya Allah, sayangilah saudaraku ini, lapangkanlah dadanya, mudahkanlah urusannya


sayangilah dia, bahagiakan keluarganya

Kamis, 17 Maret 2011

KISAH SUKSES MANG LILI

Lili Nahriri pada Dialog Pendidikan di Madrasah MA Majau

“Perkenalkan, Nama saya Lili Nahriri, Alamat Sodong, Pendidikan Aliyah Mathlaul Anwar, Al azhar Mesir, dan S2 PTIQ Jakarta.”

Ia memperkenalkan dirinya. Anak muda ini datang tepat waktu yang dijanjikan, tapi acara dialog tersebut mulai setangah jam sesudahnya. Dia harus menunggu para hadirin yang justru mengundangnya. (memalukan!)

“Bagaimana kita mau meningkatkan Kualitas Pendidikan kita, “ katanya memulai, “kalau guru-guru saja terbiasa datang terlambat, dan hari ini kita juga mulai acara dengan terlambat!” ungkapnya tegas.

Guru-guru yang merasa terlambat nyengir kuda. Acarapun dilanjutkan.

Mang lili bercerita bahwa sebagai putra desa, ia sekolah di sekolah biasa seperti kita.

“Di leuweung atuh…. Di Cikaliung.. (dari arah Sodong menuju Langan Sari)” katanya.

Pada saat itu sekolah yang dikelilingi kebon karet tersebut hanya ‘dihuni’ oleh beberapa siswa saja,. Dibandingkan sekolah-sekolah lain yang favorit , sekolah itu sangat jauh tertinggal.

Tapi…

“Disinilah kita diuji..kita mau belajar kan? Mau mencari ilmu? Bukan mencari banyaknya teman, dan gedung yang megah serta fasilitas yang lengkap”. Katanya .
Jadi dia bersungguh-sungguh belajar. Sepulang sekolah ia masih belajar lagi.

Maka ia mendatangi guru-guru senior untuk menuntaskan dahaganya dalam mencari ilmu. Dia menyebut Pak Muksin, pak Mahnun, dll.

Namun demikian tidak semua guru yang ia datangi merespon positif harapannya. Mungkin ia dianggap masih terlalu kecil untuk dianggap serius dalam mempelajari ilmu-ilmu yang sulit . Maka iapun melakukannya sendiri.

Dibacanya tafsir-tafsir Alquran, hadits-hadits, dan kitab-kitab kuning yang rumit. Dilawannya rasa malas dan kantuk. Ia belajar di sekolah di siang hari, ngaji di sore hari, dan membaca di tengah malam.

Setelah lulus, Alhamdulillah, Ia kemudian beruntung dapat melanjutkan sekolahnya di Mesir, sebuah tempat yang diidamkannya.

"Untuk dapat kuliah disini seseorang harus memenuhi kualifikasi tertentu. Selain kemampuan bahasa Arab yang fasih, juga kecakapan lain seperti menghafal Aquran dan pengetahuan umum. Hal ini hanya akan bisa dimiliki oleh mereka yang belajarnya sangat serius tentunya, bukan?

Selama empat tahun disana, ia tak jarang menemui kesulitan. Keuangannya terbatas sehingga ia kadang-kadang kelaparan. Jika sudah seperti ini, tak malu-malu ia mengerjakan apa saja yang akan mendapatkan uang sekedar untuk membeli sepotong roti atau sepiring nasi.

Ia mencuci piring di restoran, menjadi tukang parkir, ataupun mengerjakakan pekerjaan kasar lainnya. Padahal jika ia mau, bisa saja ia meminta orang tuanya mengirim kan uang untuknya. Orang tuanya adalah orang yang terbilang mampu, dan sangat concern terhadap pendidikan anak-anaknya.

Tapi itu tidak ia lakukan. Ia ingin melatih dirinya menjadi seorang pemuda yang tangguh dan mandiri.

Alhamdulillah, Ia dapat menyelesaikan sekolahnya tepat pada waktunya, dan pada usia muda (21 tahun?) ia telah selesai S2.

Subhanallah,

Pada saat banyak teman-teman seusianya sedang gandrung pada pola hidup santai, gemar membacarakan gaya hidup masa kini, mang Lili membuktikan bahwa ia bisa hidup lebih bermakna, dan tentunya merasa lebih gembira.
Mang Lili telah memberi contoh pada anak-anak muda lainnya bahwa dengan kesungguhan, dia dapat mengatasi berbagai kesulitan.

Inspiring!

Semoga siswa-siswa Madrasah Majau segera menyusul!

Rabu, 16 Maret 2011

Kakak and Friends






WANITA SHALIHAH

Dikutip dari blog bukhari ibra (mohon izin ya..)

Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, mengalahkan tumpukan Emas, intan dan permata serta perhiasan dunia apapun. hanya wanita shalihlah yang mampu melahirkan generasi rabbani yang selalu siap memikul risalah Islamiyah menuju puncak kejayaan

Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. mulialah wanita shalihah.

Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”.(HR.Muslim).

Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.

Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).

Wanita shalihah itu murah senyum. Baginya, senyum adalah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain.

Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain. Ia juga selalu menjaga akhlaknya.

Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasamalu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make upapa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal.

Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang pelajar yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi. Banyak wanita bisa sukses.

Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri.

Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, “Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman disekelilingnya. ”

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius.

Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa.

Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah. Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan melekat pada diri kaum wanita.

Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim).

Kamis, 10 Maret 2011

Terima kasih Allah anakku sehat





Ayo berjalanlah dengan semangat, kejar cita-citamu!

Semoga kita disayang Allah

The Four Musketeer,

Oim, Teta, Ola, Cinta










HAPPY FAMILY, Oim, Teta, Ola, Cinta



javascript:void(0)
KAKAK DAN TEMAN

Senin, 07 Maret 2011

Nukilan buku, Dzikir, Karya Abdurrahman dan Miftah Faridl

Sebuah Renungan buat Fifi... my lovely niece

Teh,

sudahkah kau mengikuti nasehat bibi untuk menggunakan waktumu sebaik-baiknya?

Setiap kali kamu berkunjung ke rumahku, aku selalu menyodorkan setumpuk buku-buku. Ada yang berukuran besar, ada yang kecil, ada yang colour, ada yang polos, bergambar atau tidak. Kamu diam.

Aku juga memperlihatkan banyak buku menarik; Novel, biografi, majalah gaul, komik, dsb. Kamu manyun.

Semuanya kusuguhkan, dengan senyum termanisku agar dikau menyambutnya dengan gembira.
Tapi kulihat engkau tidak tertarik, selalu murung, dan mata indahmu memandangku dengan hampa.

Aku tidak mengerti, mengapa ada mahluk semacam dirimu yang begitu gloomy dan sentimentil. Kau menyiratkan ketidaktertarikan yang kental dengan tawaran terbaikku.

Fifi,

Kadang kita terlena dan tak sadar bahwa setiap detik adalah waktu yang sangat berharga. Cobalah Fi, duduklah dengan tenang, dan perhatikanlah jam tanganmu. lihatlah jarum detiknya. Dia akan berjalan terus, detik demi detik, tak akan berhenti.

Jikapun dia berhenti, paling-paling karena baterenya drop, aus. Tapi waktu tidak akan berhenti Fi. Dia berjalan, terus... terus... sampai nanti tiba saatnya sang waktu berakhir.

Sayangku,

Simpanlah handphonemu, matikan tv dan radio. jauhkan musik-musik sentimental dan lagu-lagu cinta yang cengeng.

Berdiri tegaklah. Dan pergilah...

You can go to a library or bookstore. Atau ke masjid yang sunyi di pagi hari. Membacalah dan berdzikirlah, maka dikau akan berbahagia. Yaqin.
Pilihlah sebuah buku, dan bacalah.

Fi...

Salah satunya adalah sebuah buku tentang Dzikir. Ini bb kebetulan ada bukunya. Nggak maksa sih...Cuma option aja, karena dikau dapat memilih diantara banyak buku-buku dzikir yang lain. Tapi percayalah, kau jauh akan menjadi orang yang beruntung jika lebih memilih membaca buku ini dibandingkan tidak berbuat apa-apa.


Ditulis oleh Abdurrahman dan Miftah Farid di bandung, buku ini berjudul "Dzikir", merupakan buku saku. praktis dan mudah dibawa kemana-mana.

Memiliki pembukaan yang lengkap, buku ini memberi keleluasaan pemikiran kita untuk
tidak hanya melakukan zikir secara ritual, tapi juga memahami filosofinya, mengapa manusia memerlukan dzikir dalam hidupnya.

Lihatlah kata penulisnya,
"Derita dan gembira akan datang silih berganti, menghadang setiap insan yang hidup di dunia ini.

Kehidupan duniawi diwarnai oleh pergantian yang harmonis antara dua kejadian yang justru bertentangan. Sebab kenikmatan baru dapat dirasakan sebagai sesuatu yang benar-benar nikmat apabila diawali dengan kepahitan dan kesulitan. (hal 1)

Fifi, aku tahu kamu sedang sedih. Kamu ingin keluar dari dilema Cinta yang tak bertepi. Tapi dengarkanlah 'petuah bibimu ini.

Setiap kita lapar di pagi hari, pasti kita menginginkan makanan. Jika makanan sudah tersedia, dan kita makan, kita pasti kenyang. Kalau sudah kenyang pasti teteh tidak mau dipaksa untuk menambah makanan, walaupun yang ditawarkan lebih lezat dari sebelumnya.

Jika makan siang tiba, pasti kita ingin menu yang berbeda. walaupun bahan pokoknya sama, masti ada modifikasi dalam pola masak.

Kata buku itu,"Kenikmatan yang terus menerus akan menumbuhkan kejenuhan dan kebosanan yang pada saatnya tidak menjadi kenikmatan lagi". "Harmoni kehidupan akan dapat dirasakan apabila terjadi perbedaan dan pergantian" (hal 2)

Jadi, kenikmatan yang kita bayangkan padamulanya, akan terasa biasa jika kita sudah memperolehnya.

Maka, jika kita memperoleh karunia cinta atau kesuksesan, bersiaplah untuk menghadapi kegagalan dan penderitaan, begitu pula jika kita sedang berduka, janganlah kita berputus asa, karena "sesungguhnya setelah kesulitan akan ada kemudahan"

Nah,
jikapun kita ingin melestarikannya, kita harus merubah paradigma suka-duka itu menjadi satu kata, "nikmat".

Kata Ebiet G,Ade,

"bencana dan keberuntungan, sama-sama nikmat..
"Percaya kepada takdir hidup terasa lega"


Ketika kita merasa demikian, kita akan menghadapinya dengan syukur. Lain syakartum laaziidannakum, walain kafartum inna 'azaabii lasyadiid..

Well, Lovely Fifi
Salah satu car bersyukur adalah dengan banyak berbuat baik disetiap detik waktumu.
Berbuat baik itu banyak sekali, nak... kamu pasti tahu itu.
ingatlah surah Al-ashri yang kau baca hampir setiap hari.

Cara lain adalah dengan banyak berdzikir, mengungat sambil membaca kebesaran Allah.
Untuk memudahkannya bacalah buku ini, (nanti bibi pinjami deh!)

Ola and Mom





My beloved OLA

Ola

You are smart

you are spoil

you are naughty

you are diligent

you are sweet

I love you Ola

Minggu, 06 Maret 2011

Kakak dan Ola lagi akur


Doa Kakak di kuburan Papa

"Ya Allah... semoga papah aku
Keluar dari tanah ini...
Aga aku bisa
bersamanya lagi

Kamis, 03 Maret 2011

Aneh tapi Nyata

Aneh tapi Nyata

My Friend Fenny

Cerita miris anak sekolahan, sebuah renungan menjelang ujian akhir UAN anak-anakku

Fenni adalah siswa kelas enam sebuah Sekolah Dasar dekat rumahku. Rambut keriting dan kulitnya yang hitam manis memper- lihatkan kepribadiannya yang khas. Matanya bulat hitam dan cerdas.

Sebentar lagi fenni ujian akhir. Dia sangat serius belajar karena ini adalah ujian akhir pertama dan satu-satunya yang akan diikutinya selama 6 tahun ini.

Ia membaca buku, berdoa, ikut les tambahan dan lebih rajin mengaji. Ia bahkan kini sering ke masjid bersama teman-temannya untuk shalat berjamaah. Setelah selesai shalat, ia berdoa dengan lebih khusyuk.

Ia yakin dengan shalat berjamaah dan berdoa di masjid, maka Allah akan lebih mendengarkan doanya agar ujian UASBN nya lebih lancar.

Orang tuanya mengontrolnya ekstra ketat. Ia tidak boleh main bentengan kesukaanya, dan dengan berat hati harus istirahat main Play Station di tempat sewaan seribu rupiah per setengah jam dekat rumahnya. Tapi dia tidak keberatan, toh hanya sementara, pikirnya.

Di sekolah, Fenni termasuk anak rajin dan mendapat ranking 5 besar di kelas. Pelajaran yang paling dia sukai adalah agama, ips dan PKN.

pelajaran tentang nilai-nilai kejujuran, keadilan, rasa percaya diri, dan tanggung jawab selalu menarik perhatiannya.

Walaupun ia lebih menyukai pelajaran sosial, namun dalam ulangan IPA dan matematika ia tidak pernah mendapat nilai buruk. Paling rendah tujuh,lah..

Nah, dengan bekal seperti itu, ditambah doa dan usaha yang ia lakukan, Fenni yakin ujian akhirnya akan mudah dilalui.

Guru agama adalah guru terbaik yang ia miliki. Dia paling senang jika gurunya itu bercerita tentang tokoh-tokoh teladan idolanya, seperti nabi-nabi, para sahabat, ataupun tokoh-tokoh dunia yang sukses karena kerja kerasnya.

Singkat cerita, tibalah saatnya UASBN yang mendebarkan itu. Bismillah… doanya dalam hati. Ia masuk ke dalam sekolah dengan mantap.

Di pintu gerbang ia dicegat oleh salah seorang gurunya. Beliau berpesan agar Fenni keluar pada saat pertengahan ujian berlangsung.

Ada apa ya? Pikir Fenni.
Masuk kedalam ruangan ujian, dua orang pengawas yang berpenampilan rapi, dan sangat berwibawa… sudah menunggunya. Wah, pikir Fenni, dia kira dialah yang paling awal tiba di kelas. Ternyata pengawas yang berasal dari sekolah lain itu lebih sigap, juga beberapa temannya yang datang lebih dulu.

Hari pertama Matematika. Ketika ia sudah mengerjakan sekitar 5 soal, ia minta izin ke kamar mandi. Di kamar mandi, guru yang tadi menghadangnya sudah menunggu. Rupanya ibu guru itu bermaksud memberikan sebuah kertas kecil yang dilipat-lipat.
“Apa ini bu?” Tanya Fenni polos.

“Ini… jawaban matematika, ssssssttt… jangan sampai ada yang tahu.” Bu guru berbisik sangat pelan.

“Oh… dimana naronya bu?” lentik bulu mata Fenni mengerjap-ngerjap, perasaannya campur aduk. Dia mulai mengerti.

“Ssssssstt… kan lengan bajumu panjang, jadi kamu tempelkan di lengan… inih udah ada doubletape-nya”. Kata bu guru sambil tengok kiri kanan.

“Bagaimana cara me..nyonteknya, bu?”
“Ssst.. aduh…buka pelan-pelan.. kalau pengawas sedang lengah..jangan lupa kasi tahu teman-teman yah?”

“Oh..ya ya..” Fenni bergegas kembali ke kelas.

Di dalam, Fenni kesulitan memenuhi ‘wasiat’ bu guru. Jantungnya berdegup kencang. Ia jadi bimbang dan gamang. Konsentrasinya hilang, ia sekarang lebih memikirkan bagaimana cara melihat kertas kecil itu ketimbang mengurai soal-soal matematika yang hanya 20 nomor itu.

Fenni jadi gelisah. Sebentar ia melihat ke depan, kemudian matanya beralih ke lengan baju putih yang tersetrika rapih itu.

Banyak waktu yang terbuang karena Fenni bimbang dan gamang. Seumur-umur baru kali inilah dia ‘disuruh’ menyontek oleh orang dewasa. Biasanya mereka menasehatinya untuk tidak melakukannya.

“Sreet..” ha…berhasil. Ia dapat menarik lengan bajunya. Ahh… Fenni menarik nafas panjang..

Nomor 6 C.
Tapi..ketika ia menutup lengan bajunya kembali,tiba-tiba suara salah seorang pengawas mengagetkannya. Pengumuman yang biasa saja sebenarnya, tapi seolah-olah suara petir yang menggelegar yang langsung menghantam kepalanya.

“Waktunya tinggal 15 menit lagi!”

She tried to go back to the right track. Ia tidak berani memandang wajah pengawas. Dia mencoba menekuni angka-angka diatas kertas itu. Tapi sial…dia tidak berhasil. Hilanglah semua yang sudah dia pelajari tadi malam. Dia benar-benar lupa segalanya.

Apa yang sudah ia tekuni selama enam bulan terakhir, bahkan selama 6 tahun ini, seakan-akan raib tiada tersisa.

Yang dia bayangkan adalah wajah dan suara gurunya yang terengah-engah di toilet tadi. Lalu wajah guru agamanya, lalu wajah ibunya. Oh my God…please help me…

“Hei… siapa itu ….namanya…. kenapa bengong?” suara pengawas mengejutkannya lagi.

Fenni tidak menjawab. Ia hanya memandang pengawas itu tanpa ekspresi. Ia takut, tapi wajahnya seolah tak punya rasa. Wajahnya yang biasa sumringah terlihat pucat.

“Waktunya tinggal lima menit. Cepat… nomor 6 c, 7 a, 8 d…”
Fenni makin kaget… Ia sama sekali tak mengira. Pengawasnya yang ia tidak kenal itu juga memberinya contekan.

Matanya melotot… seperti ayam kena flu burung..

Pengawas itu mendekat. Fenni tak tahan lagi. Gemetar tangannya, gemetar seluruh tubuhnya.
“Cepetan tulis!”….kata bapak pengawas setengah membentak.

Ditulis di Pondok Pinang mei 2009 (endoh)

(Mosque as a place for schooling)

Belajar dari mesjid LDII

(renungan buat para kiyai, ustadz, penceramah, guru agama)


Written originally by :Mahfudhoh

Masjid, dalam pemahaman saya adalah tempat untuk sujud, tempat manusia mengembalikan seluruh rasanya, seluruh egonya.

Yes, it is a place for rely on everything we have in our mind.

Di masjidlah tempat manusia mencurahkan keluh kesah, rasa bangga, terimakasih, syukur, juga untuk bersosialisasi.

Di masjid pula kita menghilangkan rasa dahaga untuk menghirup ilmu, karena dengan ilmulah kita dapat menjalankan ibadah dengan benar.

Maka dalam kesimpulan awam saya, masjid adalah pusat kebaikan dari segala kebaikan.

Dengan demikian sudah seyogianyalah setiap mesjid di dunia ini membuka diri untuk kepentingan ummatnya dalam memfasilitasi pendidikan dalam rangka mem bangun umat Islam dalam peradaban dunia.

Selain membuka kelas dan perpustakaan, mesjid juga di harapkan untuk memberi ruang dan kesempatan pada para jamaahnya untuk mengkaji ilmu dan mengadakan berbagai kegiatan keilmuan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Tentu saja keadaan ini tidak akan mengganggu kegiatan utama dimasjid, yaitu shalat, karena semua kegiatan ini akan dilaksanakan dalam jeda/tenggat antar waktu shalat.

Hal itu bahkan akan memudahkan umat dalam pelaksanaan shalat tepat waktu, right after the calling azan, suatu hal yang dipersyaratkan dalam shalat yang khusyuk.

Ingatlah dahulu Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya di masjid untuk menyampaikan wahyu dan tarbiyahnya.

Ditilik dari segi sosial, shalat berjamaah yang kita lakukan, adalah juga sebagai gambaran dari interaksi kita dengan para jamaah lainnya,yang berarti adalah proses pembelajaran juga.

Interaksi ini hendaknya tidak berhenti pada selesainya rukun shalat.

Look at your right and look at your left? who are they, what are they feeling? Lihat itu siapa di kananmu, lihat itu siapa di kirimu. Inilah esensi dari akhir kegiatan shalat, yaitu salam.

Kenalilah ia, tanyalah apa kebutuhannya. Siapa tahu ia adalah mitra bisnis anda yang membutuhkan orang untuk menitipkan modalnya!

Atau siapa tahu dia adalah saudaramu yang sudah tiga hari tidak makan, atau bahkan ia adalah calon guru bahasa arabmu yang akan mengajakmu pergi ke Mesir dan Mekkah, hehe.

Memang tidak selalu bisa kita lakukan hal itu secara individual setiap saat, terlebih di masjid yang besar, dengan jamaah yang membludak, seperti di masjid-masjid di kota ataupun di kampus-kampus Universitas-universitas Islam.

Akan tetapi ini bisa kita lakukan dengan cara mengenali secara umum, apa sih kebutuhan para jamaah.

Oh, misalnya mereka memerlukan tempat duduk untuk membaca buku atau berdiskusi. Maka sediakanlah tempat duduk atau biarkanlah dia duduk di tempatnya.

Ok, tempat duduk sudah ada, boleh jadi tempat duduk itu adalah tempat shalat juga. Tapi buku-buku yang dibacanya tidak ada, maka dalam hal ini Dewan Kesejahteraan Masjid hendaklah menyediakan buku-buku yang dibutuhkan.

Untuk yang tidak terbiasa membaca, maka adakanlah tabligh dan tadabbur, atau liqo, agar mereka dapat mendengarkan khabar-khabar baik dari Alquran, insya Allah mereka lama-lama akan suka mecari ilmu dan mau tidak mau akan membaca buku juga.

Jika ada jamaah cilik yang “aktif” sehingga sulit diatur, janganlah mengecap mereka “anak nakal”, apalagi membuat mereka jera datang ke masjid.

Buatlah kegiatan yang menyenangkan untuk mereka, mungkin dengan cara mengumpulkan mereka setiap minggu untuk kegiatan mendo ngeng atau outdoor activities yang disisipi dengan nilai-nilai moral (agama), atau dengan cara pembimbingan langsung dari orang tua/pendampingan di saat shalat jamaah berlangsung.


Shalat berjamaah sebagai proses sosialisasi

Sebagai seorang makmum, kita dituntut untuk menghilangkan kejumawaan kita sebagai diri sendiri, karena kita adalah bagian dari jama’ah, atau kelompok.

Bayangkan jika kita berdiri saja, sementara imam sudah rukuk atau sujud. Atau ketika imam menengok ke kanan, tapi kita menengok ke kiri. Berarti kita tidak kompak. Tidak berada dalam sebuah komando.

Ketika imam membacakan sebuah doa, kita akan mengaminkannya sebagai tanda bahwa kita setuju dan kita ikut serta dalam harapan akan mendapatkan kebaikan yang sama yang dibaca- kan imam.

Karena masjid adalah tempat untuk bersatu dalam kebaikan, maka buatlah kegiatan kebaikan sebanyak-banyaknya dalam mesjid.

Berbahagialah bagi para pengelola mesjid yang membuka TPA, perpustakaan, media room, tabligh yang terjadwal, dsb

Kedengarannya sangat ideal ya? Mungkinkah bisa dilaksanakan di mesjid-mesjid di desa, di dusun ataupun di mesjid di lingkungan kumuh?

Saya berharap bisa. Asalkan ada kemauan, dan mulailah dari yang termudah.


Ada sebuah masjid di bilangan Ciputat, tangerang yang saya lihat sudah hampir
memenuhi harapan ini.

Selain kegiatan rutin shalat lima waktu, mesjid itu diramaikan oleh kegiatan-kegiatan lain yang sangat menunjang semangat para jamaahnya untuk menjalankan ibadah , baik syariah maupun muamalah.

Setiap sore sesudah ashar anak-anak kecil dan remaja mengaji di masjid itu. Seminggu sekali pada hari Ahad sore para pelajar SD dan SMP mengikuti kegiatan pramuka dibimbing oleh kakak-kakak yang sudah SMA.

Setiap pekan ada kegiatan silat bagi mereka yang berminat. Belum lagi pengajian ibu2 di ahad pagi dan pengajian bapak2 di malam harinya.

Dalam kegiatan shalat berjamaah, mesjid ini nampaknya selalu dipenuhi jamaah terutama pada hari libur. Orang tua, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan remaja berjamaah dengan tertib dan khusuk.

Itu adalah hal yang sangat langka, anak anak kecil di masjid biasanya sulit diatur. Acapkali anak-anak mengganggu kekhusukan orang tua dalam beribadah karena mereka suka bercanda bahkan ribut di masjid.

Tampak beberapa ibu membawa bayi dan balita mereka. Tanpa sungkan mereka menggendong anak-anaknya ambil shalat jika anak-anak itu menangis.

Para ayah mendampingi anak-anaknya di shaf-shaf makmum sehingga komposisi makmum tidak selalu orang tua di depan dan anak anak di belakang, tetapi orang tua-anak berdampingan.

Hal ini menghindarkan terjadinya “gangguan kecil” yang tak jarang membuat bapak-bapak dan ‘engkong-engkong’ murka.

Pada bulan puasa, aktifitas mesjid meningkat lebih tinggi lagi. Buka puasa, I’tikaf, tadarus dan Pesantren Kilat, dsb.

Singkatnya, mesjid tersebut menurut saya sudah cukup ideal.
Sayang, mesjid yang saya ceritakan adalah mesjidnya LDII. Lho Kok? kenapa emang?


What’s your opinion, guys? (bersambung)

Ciputat 2011

Wawancara Ola, numpang tayang

Laporan Hasil Pengamatan
Ditulis oleh Ola


Warung Sayur Mpok Aroh
1. Waktu Pengamatan : Kamis, 30 September 2010
2. Tempat pengamatan : Warung Sayur Bu Aroh Jl. Villa
Dago Tol – parung benying sarua, ciputat
3. Pengamat : Lailaurieta Salsabila Mumtaz kelas 6D
SD Islam Harapan Ibu

Warung sayur Bu Aroh terletak di Jalan Villa Dago Toll, sarua-ciputat. Bu Aroh mulai berjualan sayur sejak tahun 1998. Di warung itu, dijual berbagai macam sayuran seperti jagung, wortel, tahu, tempe, dan lain-lain. Warung itu juga menjual bumbu masak, kelapa parut, ikan, ayam, gas elpiji, sembako, dan lain-lain.

Bu Aroh berbelanja sayuran di Pasar Ciputat, sekitar jam 1-2 pagi, dan kemudian jam 4 pagi merapikan warungnya. Jam 5 subuh para pembeli sudah mulai berdatangan membuat bu Aroh sibuk, sampai kadang lupa sarapan.

Pembeli warung sayur Bu Aroh biasanya berasal dari rumah-rumah di sekitarnya serta beberapa perumahan seperti komplek villa dago tol dan serpong green park.

Ibu aroh sangat senang berjualan sayur agar anak-anak yang tinggal di sekitarnya sehat. Selain itu keuntungan yang didapatkan bu Aroh juga sangat lumayan mengingat pembeli semakin ramai setelah dibukanya perumahan-perumahan baru di dekat kampungnya, sehingga bu Aroh semakin gembira.

Harga sayur yang sedang mahal sekarang ini, menurut bu Aroh, adalah bawang merah dan kentang. Juga kelapa yang tidak mau turun harganya walaupun lebaran telah lewat. Walaupun mahal bu Aroh tetap meyediakan keperluan tersebut karena pasti ada saja yang memerlukannya.

Ketika ditanya pernahkah bu Aroh mengalami kerugian? Bu Aroh menjawab hampir tidak pernah dan sayurannya selalu habis.

Bu Aroh punya keinginan yang keren lho...dari hasil penjualan sayur, Bu Aroh berharap ia bisa berkurban sapi atas nama keluarganya. Setelah itu bu Aroh bercita-cita pergi haji. Subhanallah! Semoga tercapai keinginannya.

Pesan dari Bu Aroh untuk anak-anak Indonesia yang tidak suka makan sayur : “Men urut saya, anak-anak Indonesia harus suka makan sayur agar badan menjadi sehat.”
Demikianlah hasil wawancara saya dengan bu Aroh dari Ciputat.


- OLA-

Kasihi Parno

Pendidikan Masyarakat, sebuah alternatif sederhana

Sebuah renungan tentang anak dunia

Seorang anak tetangga, bernama Parno (namanya Parno thok! Tak ada embel2 lain atau nama orang tua) , tidak lagi mau berangkat sekolah.

Ia lebih suka mendekam di rumah, menonton TV atau bermain PS di pusat penyewaan terdekat dari rumah kontrakan ibunya di gang yang sempit belakang sekolah “orang Kaya” (maaf, ini sebutan orang2 di kampong itu) di bilangan Pondok Pinang.

Lebih dari itu, ia juga tidak hendak bermain dengan teman-teman sebayanya lagi. Beberapa minggu terakhir ini dia seolah-olah menghilang dan mengasingkan diri.
Tak kurang dari guru kelasnya, menyambangi Parno ke rumahnya. Mengapa gerangan ia demikian? Usut punya usul, rupanya Parno memiliki banyak alas an “Logis” untuk semua itu;

Di sekolah ia sering diejek teman-temannya karena mempuyai seorang ibu yang ‘tidak waras’. Karena itu, konsentrasi belajarnya menjadi kacau, dan ia seringkali murung. Hal itu mengganggu proses intelektualitasnya, sehingga ia sering kena marah gurunya.

Di rumahnya, iapun malu bermain dengan teman-temannya karena acap kali ibunya yang sakit jiwa itu melenggang didepan mereka dengan busana dan penampilan yang tidak wajar. Saat Parno bermain layang-layang atau main bola, temannya menunjuk-nunjuk mama Parno yang berjalan layaknya seorang pragawati itu.

“Eh No… ibu lu tuh! hahaha ”

Keasyikannya bermain jadi terganggu. Parno tertunduk. Ia yang sebenarnya anak periang, hanya diam mematung memandang ibunya. Semangat bermainnya surut seketika. Ia pun berlari pulang .

Di rumah, Neneknya yang tua, dan Kakeknya yang renta, tak dapat memenuhi dahaga Parno yang haus akan bujukan dan sentuhan. Ingin ia dipeluk dan dihibur, namun ia merasa neneknya tidak mengerti dirinya.

Ia tak paham, ia bingung, ia hanya menginginkan kasih sayang, yang tidak didapatkan dari ibunya yang memiliki fisik yang lemah, mungkin genetic, tanpa daya, jangankan membimbing Parno kecil, ia sendiripun masih harus menunggu neneknya hanya untuk sekedar menyendok nasi.

Jadi ketika parno ingin mengadukan kesedihan hatinya, tak ada seorangpun yang dapat ia andalkan.

Setiap hari nenek sibuk mencuci dan memasak, atau memenuhi panggilan pelanggan. Ia tak sempat berlama-lama dengan Parno, hanya untuk “sekedar” mendengarkan tangis sedih sang cucu yang sesekali ingin dipangku.

Kakek yang -syukur- masih bekerja , kadang jaga malam dan sering masuk angin minta dikeroki nenek, tak sempat dan tak tahu bagaimana perasaan Parno yang terdalam,tak mendapat kasih sayang yang cukup dari ibunya itu.

Nenek dan kakek renta itu juga tak punya wibawa yang cukup untuk memaksa parno kembali ke sekolah. Parno diam seribu bahasa, Nampak tak bergeming ketika dimarahi, sampai kemudian nenek kakek yang malang itupun tak sampai hati untuk memaksanya lagi.
Mereka pasrah.

Tapi ada yang menggelisahkan nenek, ketika Parno ditinggal nenek di rumah, dengan mama yang tak waras dan kakak yang lemah. Apa ya yang dikerjakan Parno ya..?
Jadi ketika Parno minta uang tiga atau lima ribu perak dan izin bermain PS ke gang sebelah, nenek merasa lega. Tadinya beliau kuatir Parno bermain ke jauh dan bergabung dengan anak-anak nakal di jalan raya.

Nenek tidak tahu apa itu PS dan efeknya, yang penting ia kasih parno uang setiap pagi dan Parno anteng sampai siang atau bahkan sore hari. Bahkan kadang Parno tak pulang untuk makan siang.

Sodara, Ini adalah kisah nyata. Di gang-gang yang sempit, di pelosok-pelosok desa yang terpencil, masih banyak Parno-Parno lain, dengan kasus yang berbeda beda, yang tidak terjamah oleh pendidikan yang layak.

Selain kisah parah Parno tadi, puluhan bahkan ratusan kasus lain sedang menggejala di negeri kita. Kelihatan sederhana, namun serius, bahkan kritis, bukan hanya terjadi pada anak yang tidak sekolah. Tapi juga anak-anak yang sekolah.

Anak-anak yang secara mekanis pergi ke sekolah di pagi hari dan pulang pada sore hari, berlomba mengejar UASBN dan UAN. Ibu-ibu bangga jika anaknya menggondol piala ranking pertama. Ayah-ayah akan menepuk dada jika anaknya berprestasi, dan menyalahkan guru jika bermasalah di sekolah…… adalah fenomena massal yang akan mejadi endemi.

Anak-anak yang sudah menjadi mesin pencetak nilai ini, pun banyak yang tidak peduli dengan sopan santun dalam berbahasa dan berbusana. Mereka tak lagi menghargai tetangganya, kerabatnya, gurunya, bahkan ayah ibunya..

Pelajaran PKN, nilai-nilai religi, hanyalah tercetak diatas kertas yang tak lama lagi akan tercampak.

Jadi…Siapa yang punya andil dan bertanggung jawab terhadap harga diri dan masa depan mereka, terlebih bagi orang semacam Parno?

Jika kita tidak peduli, lihatlah bangsa ini lima sampai sepuluh tahun mendatang. Bukan hal yang tidak mungkin kondisi bangsa ini akan lebih buruk.

Mungkin, anak-anak Punk yang berbaju hitam ketat dan beraksesoris besi-besi di jalan2 raya, yang tak jarang memeras penumpang bis kota, adalah parno-parno kecil pada awalnya. Yang tak diperlakukan secara layak oleh orang-orang ‘berbudaya’ disekelilingnya, yaitu orang tua, kerabat, tetangga, bahkan gurunya.

Sebagai pamungkas dari tulisan ini, marilah kita, para pembaca, membuka diri kita…
Jika kau adalah seorang ibu atau ayah, maka anak-anak yang ada disekelilingmu adalah anak-anakmu jua, yang memerlukan sentuhan cinta dan teguran jika keliru, layaknya anak kandungmu.

Jika kau seorang pemudi atau pemuda, maka anak-anak yang tinggal di kampungmu adalah adikmu jua, yang dapat kau ajak bercanda, mengerjakan PR ataupun shalat berjamaah di mesjid terdekat.

Jika kau seorang paman, maka mereka adalah keponakan-keponakanmu, yang mungkin memerlukan cerita dongengmu, mainan, ataupun beasiswa.

Jika kau seorang guru, maka mereka adalah siswamu juga, yang memerlukan senyuman, sapaan, dan lubang telingamu untuk mendengarkan celotehannya.

Jika kau pengurus masjid, ajaklah anak-anak muslim itu mengunjungi rumah Allah yang indah dan bersih nan mulia itu. Buatlah tempat itu nyaman untuk mereka bercengkerama dan mengkaji agama.

Janganlah menakut-nakuti mereka, biarkan mereka tertawa… dan ajaklah mereka ke jalan yang lurus.
Ingatlah ketika kita kecil.. bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang tua…… bukan hanya orang tua kita.. tapi juga orang-tua-orang tua lain yang berada disekeliling kita.

Di usia ke 64 tahun kemerdekaan Indonesia ini, marilah kita ciptakan anak-anak yang merdeka. Merdeka!

“I believe that children are our future
Teach them well and let them lead a way.
Show them all the beauty they posses inside
Let the children laughter remind us how we used to be”

Pondok Pinang, di hari kemerdekaan tahun lalu

Mahfudhoh, Pengajar SD Harapan Ibu, Pondok Pinang.

Rabu, 02 Maret 2011

Renno dan Fifi, sebuah cinta yang dilematis

Kisah cinta antar sepasang remaja adalah suatu hal yang biasa. Contohnya Fifi, seorang gadis desa, yang baru saja mendapatkan gelar sarjana setelah 6 tahun kuliah ini, jatuh hati pada seorang pemuda yang bernama Renno, pemuda tampan dari negeri seberang. Cerita biasa.



Tetapi menjadi tidak biasa manakala mereka adalah saudara sepupu yang berasal dari kakek - nenek yang sama.

Mereka merasa sangat cocok satu sama lain dan merasa takkan terpisahkan. Suara-suara Ninik Mamak yang menasihatinya tak membuat cinta mereka luntur.

Walaupun Renno jauh di Pulau Kalimantan karena tugas kerjanya, dan Fifi di Ciputat, sebuah tempat diujung selatan Jakarta, setiap hari mereka berbicara dan berdiskusi, dari masalah remeh temeh seperti sudah mandi atau belum, sampai hal-hal yang serius seperti masalah pernikahan mereka yang tak kunjung diizinkan.

Baik Ibu Mamah, bundanya Fifi, ataupun Ibu Neneng, ibunya Renno merasa sangat aneh dengan hubungan mereka.

“Nanaonan daria!”

”Piraku rek wawarangan jeung dulur ieu kami?” kata orang Menes.

Trus kata orang Seberang, “Idaklah... idak elok”

Maka mereka pun berusaha membuka dialog terbuka, yang tentu saja tujuannya untuk mencegah hubungan mereka, tapi tidak ada hasil. Semakin hari perasaan mereka semakin mendalam saja.

Pernah suatu kali Ibu Mamah berbicara pada Renno melalui telepon, menyarankan Renno agar mengkaji ulang persekutuan mereka, tetapi Renno, dengan kritis bertanya,

“kenapa tidak boleh,wa?”

“Apakah ada larangannya dalam Alquran dan Hadits?”

Dijawab oleh uwaknya

“He.. duka eta nyah... Uwa teu patos terang”

“Nah, kalau begitu kenapa wa? Renno lihat di Padang dan di Medan banyak orang yang menikah dengan sepupu?!”

“Atuh urang mah lain urang Padang dan Medan” kata uwak asal jawab
Lalu terhentilah percakapan mereka. Menggantung.

Jarak yang jauh tadi tidak membuat mereka kesulitan dalam berkomunikasi. Dengan Facebook, mereka bisa chatting dan saling mengomentari isi hati atau foto masing-masing. Dengan email,mereka bisa saling tulis curhatan atau topik yang menarik. Belum lagi dengan handphone, tak terhitung berapa kali dalam sehari Fifi ataupun Renno ber-sms dan bicara.

Jadi, apapaun warning dari Ibu Mamah-Bapak Eman dan Ibu Neneng-Bapak Rizal, tidak dapat membendung hubungan mereka, karena jauh atau dekat dari mereka, perangkat-perangkat tadi ada di mana-mana.

Lebih dari itu, Fifi bukanlah tipe gadis pingitan yang manut tanpa reserve pada orang tua. Dia adalah gadis modern yang logis, yang akan bertanya kenapa ini boleh dan itu tidak.



Ia juga orang yang punya “harga diri” tinggi, tidak akan pernah mau mencuci piring atau menyapu kalau kedua pekerjaan itu disuruh kerjakan olehnya. Ia hanya akan mencuci piring kalau dia mau melakukannya, dan itu sangat jarang.

Ia adalah perempuan yang tidak akan pernah cocok jika bermertuakan orang Jogja tentunya, karena bisa saja akan berkata pada ibunda suaminya,
“Ibu, kok hari ini tidak masak? Saya lapar nih!”

Tapi ia sangat helpful dan siap membantu orang lain kapanpun diperlukan, asalkan dia lagi mood, lagi sempat dan sedang tidak pilek,

“Hhhaa-‘eh! Huchuwaccih!”

Kasihan Renno dan Fifi, semakin hari usia mereka semakin bertambah, dan mereka belum mengantongi izin dari orang tuanya. Banyak gadis yang mendekati Renno karena ia ngganteng dan ramah. Tapi Cinta Renno cuma buat Fifi. Begitupula sebaliknya, Kumbang-kumbangpun banyak yang mencoba mendekati Fifi, mulai dari bujang lapuk dari Ciupas Pagelaran, sampai pemuda Jawa Perlente yang ditawarkan Mbah Paryono padanya.

Tapi Cinta Fifi cuma buat Renno.

Tolonglah pembaca, saya jadi pusing.

- Ciputat, Awal Maret 2011 -