Kamis, 25 September 2014

The Young Travelers





The young Travelers

Hari Sabtu

“Mom, I’m on the way to Jakarta” kata anakku yang kuliah di Jogja. Aku terkejut karena biasanya anak lelakiku itu  bilang jauh-jauh hari sebelum pulang.
Hari sudah sore saat itu. 

Aku memutar otak, apa yang bisa aku siapkan ya buat dia makan malam.  Biasanya anakku yang satu ini bertanya aku masak apa sebelum dia sampai di rumah. Maklumlah mahasiswa, ia ingin masakan yang rada serius ketimbang makanan yang biasa ia beli sehari- hari di kampus; telor rebus,dadar telor, ceplok telor… J
“Saya tidak sendiri, mah.. tapi bertiga”

“Ha, bertiga…?” Kami yang biasanya masak nasi 1 gelas hari ini harus dilebihkan.

“Tapi tenang mah, kami baru sampe Purworejo.. besok pagi kami baru tiba di stasiun Senen!” 

Ahh.. lega.. setidaknya masih ada waktu. Aku akan memasak untuk tiga mahasiswa, dan anakku yang ada di rumah tentunya ;  Nasi, ayam  goreng, eh ayam  kecap mentega aja deh, sayur bayam,  sambal..  dan buah klengkeng..  

Oke.. sepertinya cukup sempurna. 

“Siapa saja Im ?” tanyaku. 

“Satu orang Aceh, satu orang Madurra” jawabnya santai sambil tertawa. Bayanganku langsung kepada sepiring mie Aceh dan sate Madura. Aku selalu agak parno jika ada tamu mau datang apalagi menginap di rumah.  Aku takut mereka tidak sejahtera. Maklum kulkasku seringkali kosong.

Tapi ya sudahlah  nasi  dan  ayam goreng kecap pastilah disukai mahasiswa  yang berasal dari suku apa saja.

Aku belum bertanya maksud kepulangan anakku kali ini. Belum sepekan   dia selesai KKN di Papua satu setengah bulan, kok sudah melakukan perjalanan pulang. Bukankah ia belum lama ini bilang nahwa pasca KKN, perkuliahan mulai aktif lagi untuk setahun berikutnya, bahkan lebih intensif karena sudah semester akhir, sehingga seharusnya dia tidak mengizinkan dirinya untuk pergi ke mana-mana.


Tapi adiknya yang terkecil sangat bersuka cita. Dia sudah siap dengan segudang kebanggaan yang akan dipamerkannya. Keesokan paginya, diajaknya teman-temannya  naik ke pohon cerry, membawa bantal dan tiduran diantara cabang-cabangnya yang rindang sambil membaca buku. 

“Biar Oim kaget kita ada di atas”, katanya. Sesekali dia menengok ke bawah. Lehernya menjadi lebih panjang.

Terlalu lama diatas  pohon, ia bosan. Lalu ia turun dan bersembunyi di balik kain gorden dengan teman-temannya.

“Ntar kita kagetin kalau Oim datang!” katanya mengatur posisi teman-temannya. 

Puluhan menit berlalu, tak terdengar tanda-tanda sang kakak tiba, akhirnya ia keluar dengan cemberut, diikuti teman-temannya. 

“Ya udah, kita masak pancake aja, biar bisa minum teh sore sama temen-temen Oim” lanjutnya setengah putus asa.

Ternyata anakku tak langsung ke pulang rumah siang itu. Tiba pagi buta di stasiun Senen, Dia memanfaatkan waktu untuk mengajak teman-temannya keliling Jakarta. City Tour, katanya. 

Waktu sarapan pastilah sudah lewat. Kupikir mereka akan datang pagi-pagi, kupesanlah  nasi uduk yang tak lama kemudian  dingin sudah. 

Waktu makan siang, si bungsu mulai kesal. Dia sudah mati gaya.

“Mamah, Oim itu mau pulang nggak sih?“ katanya mulai bete. Nasi hangat dan ayam kecap akhirnya  kami hidangkan untuk kami sendiri. Kami merayakan Welcome Lunch  untuk kami sendiri. Tinggal beberapa potong ayam plus bagian kepala dan ceker  serta beberapa butir lengkeng kami sisakan. 

Biarin, salah sendiri !
Magrib.
Krik..krik..
Isya.
“Huwaaaaaah..” 

Si adik mulai mengantuk.Teman-temannya sudah pulang lepas shalat Maghrib tadi.
Beberapa kali anakku menelpon. Namun batang hidungnya yang berjerawat itu tak kunjung terlihat jua. 

Sampai disini aku jadi teringat ibuku dulu. Saat aku kuliah di IAIN  kemudian menikah dan tinggal di Ciputat, kerap ia memintaku pulang ke Desaku, Majau. Aku berfikir saat itu bahwa kepulanganku hanyalah kegiatan biasa; datang, bersalaman, makan bareng, lalu  minta bekal untuk bulan berikutnya,

Sekarang baru terasa olehku betapa ibuku dulu menantikan kedatanganku dengan sangat. Beyond  every things  !

No matter what kind of a child I was. Not important what I had to give  to her at that moment. She awaited me as  I am.  Indeed. 

Sampai kami bersiap-siap untuk tidur lagi, merekapun belum datang . Akhirnya aku menghubunginya :

“Oim, kalau nanti kalian datang dan lapar, makan aja. Mamah udah nggak tahan kantuk”. 

About at ten AM , just right before I close my eyes and pull my thick blanket , I heard a loud call.  

“ Mamaaaa.. we are coming  !!! ”

Huh.. ganggu ajah.

Tak pelak aku tersenyum juga ketika  menyiapkan mereka makan malam. Harir yang mungil dan Pram  yang  gempal  adalah anak-anak yang sopan. For  the first sight I know that mereka adalah anak-anak  shaleh.  Aaamiiin.

Mereka  menolak ketika kusuruh mandi karena kelelahan . Uh mereka bau sekali setelah seharian ber –Jakartaria. Mereka juga menolak tidur di kamar, tapi lebih suka   leyeh-leyeh  di luar diatas selembar tikar. Wah.. mahasiswa banget ya.  Padahal banyak nyamuk loh.

Sepertinya mereka tahu bahwa kamar yang kutawari adalah kamar cewek, adik-adiknya Oim. Mereka takut kamarnya berwarna pink dan … wangi bunga.. hahaha … padahal sama aja.  Bau apek!   Apalagi ada bantal Teta yang nggak boleh dijemur…


Setelah semua beres, aku pamit untuk istirahat.

“Eits.. tunggu ! “ kata si Oim. “Mama nggak boleh tidur.. Oim mau cerita dulu perjalanan selama di Papua, Nih lihat foto-fotonya.. “ kata anakku sambil membuka netbooknya. Kalau tahu mau begitu, kenapa sih nggak datang dari tadi pagi? Kataku menggerutu dalam hati.

“Huaaaah… nggak mau ah !’’ tolakku tidak terlalu halus.
“Dulu waktu Oim pulang dari Turki, mamah juga nggak punya waktu untuk dengerin Oim bercerita… Nah sekarang harus.. rus !!”

“Nih… pas kita sampai di bandara Biak.Kita disambut hangat Pemda Papua” serunya bersemangat.

“Ini  bintang laut sangat besar di pantai Supiori………”  lanjutnya.

Suaranya makin jauh. 

“Lihat mah, anak-anak itu menangis saat perpisahan…..”
Sambil tertelungkup , sayup-sayup aku mendengarkan lanjutan cerita perjalanan dia selama Kuliah Kerja Nyata di bumi Papua. 

“Subhanallah….”,  kataku sambil memandangi keindahan bawah laut Supiori dalam mimpi.

Maaf ya Oim, besok kita lanjutkan… kataku tak terucapkan.
Dan aku tidak mendengar suara apa-apa lagi.

************************************************

Senin  Subuh
“Bangun semua.. Ola , Cinta, Oim.. Mama mau berangkat sekolah”
“Kakak masih ngantuk…”

“Mau ketemu Oim nggak? Dia sudah datang lho tadi malam!” kataku. Harir dan Pram langsung terjaga dan  berjalan ke Mesjid tanpa berwudhu terlebih dahulu. Begitu mungkin kebiasaan di Asrama PPSDMS.

Bagaimana kalau di Mesjid nggak ada air? J
Semua sibuk pagi itu. Anak-anak bersiap ke sekolah. Sambil bersalaman, Oim bilang sama adik-adiknya bahwa ia mau ke Aceh pagi itu lewat Kuala Lumpur. 

“Hah? “ kata sang adik. Sirnalah sudah rencananya  showing  up  her new talents.
“Baru nyampe,  Oim sudah berangkat lagi”. 

“Kok bentar banget  sih mah? “ katanya berharap jawab.
“Tahu tuh !” kataku sekenanya. Aku yang bolak-balik dapur, kamar, depan terlalu sibuk  untuk  menjelaskan.

Taxi yang sudah dipesan sudah menunggu di depan. Kesibukanku bertam-bah pagi itu karena selain menyiapkan bekal anak-anakku ke  sekolah, juga  agar aku dapat menghantarkan  kepergian tamu - tamu istimewa  itu.

“Im, sebenarnya Oim mau kemana sih?” tanyaku sambil mengaduk teh.
“Lah, kan udah saya kasih tahu 3 bulan lalu,”
“3 bulan yang lalu? “
“Yang Oim bilang kemarin aja  mamah udah lupa!”

 “ Saya tuh mau ke Aceh. Ingat mah?  Nah, karena ongkos lewat Kuala Lumpur  lebih murah, jadi Oim lewat sana”.

Murahnya seberapa sih Im? Batinku mereka-reka. Tapi aku tak punya cukup waktu untuk menghitung.

 “Oke deh.. selamat jalan, sekalian ya kita keluar bareng. Mamah mau ngajar. ”
“Wait mom.. “ katanya sambil menarik tanganku ke kamar.

“Ada apa sih?” Aku  menepis tangannya.
“My money is  depleted !” Aku membuka kamus di kepalaku. Lalu,

Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?? (aku agak pingsan. Tulang-tulang ikan asin berjejer di kepalaku).

How can? He would go to KL and Aceh without money? Of course I was not ready to hear and response his words.

“We are  back packer,   mom”.
“Yes but you need enough amount in your backpack!”  sahutku.
“Absolutely.. “ he smiled. “So that the moms are  for!” katanya menyogok.
Gubraaaaak !!!

***********************************

Senin malam Oim telpon bahwa dia dan teman-temannya disuruh keluar dari sebuah masjid di Malaysia tempat mereka berencana menginap. Mereka pikir negeri Jiran itu  sangat religius . Pasti Datuk-datuk itu akan mengizinkan mereka  untuk  sekedar memejamkan mata  di rumah indah dan  ramah  tersebut.

Duh, kalau saja Opa dan Kak Ros tahu… pasti mereka akan diundangnya makan malam dengan- i –e- way –ei- em -yam … ayam. Dan yang pasti Upin dan Ipin akan sharing kamar mereka yang sederhana dengan suka-cita.  

 Ternyata para pemberani yang lugu itu tak sepenuhnya dapat meyakinkan marboot masjid bahwa mereka berani berzikir semalaman untuk menghindari 200 Ringgit  sewa losmen.  Bersyukur mereka tidak dideportasi.

Selasa pagi mereka mengumumkan sudah berada di ujung negeri. Subhaanallah.. katanya.  Di Sabang yang lautnya lebih indah dari Supiori. Di dasar laut yang ikannya berwarna-warni. Di laut Aceh yang indah dan dahsyat. Di tanah subur gemah ripah nan mendirikan bulu roma.. di tanah luas  yang menjadi saksi kematian ribuan jiwa… As moslems,  they look feel at home ..

“Oim merinding mah..” katanya. “Speechless !! ”
3 hari penuh arti para pejuang muda  itu di tanah Rencong. Sempat melihat kekokohan Baiturrahman, dan eksekusi rajam seorang pencuri di latarnya, anak-anak hukum itu  merasakan bahwa sepanjang yang mereka tahu, Aceh adalah provinsi ter-aman dari korupsi dan pencurian di seluruh Indonesia.

Selain itu, mereka merasakan  keramahan penduduk asli yang diwakili oleh ibunda Harir yang sebatang kara mengasuh keluarga. Mereka   makan minum disana disuguhkan dengan senyuman tulus, for free !!.



Anakku yang satu ini selalu update status. Nor in the FB, neither to the Plurk. But to me.

“Mom.. Now we’re in the bus to Medan!” teriaknya meningkahi deru bis antar kota itu. Wah.. Aku tidak bisa membayangkan Medan. Aku hanya ingin makan bika Ambon.

“Temui Teh Kiki, bilang mama minta dikirim bika dan sirop markisa” hehe..
“This is the best bus ever, Mom!”  jawabnya, nggak nyambung.
Alhamdulillah anyway .

Kebahagiaan anakku yang membuncah memberikan energi positif ke seluruh relung hatiku. Betapa tidak ?

Manakala anak kita berbahagia, “fabiayyi aalaa-I robbikuma tukadzzibaan?”
Kuceritakan semuanya pada anakku yang lain, Teta, Ola, Cinta. Bahkan temanku di sekolah. Mereka ikut senang.

“Hebat ya mah.. Oim bisa melaju dari Merauke Sampai ke  Sabang” Kata Cinta menirukan judul lagu sambil menunjuk peta lusuh di dinding rumah kami.

“Alhamdulillah..” kataku . “Semoga ini menjadi awal perjalanan ia ke tempat yang lebih jauh” .

“Seperti Marcopolo dan Vasco de Gama  ya Mah?” kata Cinta yang baru saja membaca Seri Tokoh Dunia.

“Ya.. Juga seperti Ibnu Bathuthah dan Kapten Cheng Hoo” jawabku. Aku teringat Imung kawan baikku yang suka mendaki gunung dan pernah berkunjung ke berbagai negara.

“Juga seperti teh Yoyoh yang sering berdinas ke luar negeri ya? “ kata Ola.
“Ya .. neng”

Puji syukur pada Allah tak henti kupanjatkan karena anakku bisa bepergian ke tempat-tempat yang belum pernah kusinggahi.




Namun tak ayal,  ada suka-ada duka.
Begitulah hidup ini.

On the way home from  work , manakala aku terkantuk-kantuk in the angkot, my son asked me if I have time to listen to him. Kalo cara  gini ngomongnya, dapat dipastikan  ia sedang punya masalah serius. Pasti hatinya lagi ciut.

 “Mah…., I feel not so well today.. “  Dia berhenti berkata.
“I think I just as runaway from the fact. ” Lanjutnya.

“What’s up?” Aku mulai mengira-ngira.
“Actually I have class at Campus   these days” Nah loh.. Apa kubilang ?!!

Aku jadi teringat dia pernah sangat down ketika gara-gara absensi , pak dosen Ilmu Hukum kasih dia nol di ujian semester. On the contrary, it was one of his favorite  tutorial !

“Then?”
“Then I am now feeling bad, coz I haven’t been permitted yet..”
Ya pasti lah galau…

“Truss?”
“Then I haven’t told the Senior librarian whose I work with him these months that..  I am here,… far away from Djokjakarta ”.

“So what?”
“Also I have an appointment with Mas Fajar to do the Class Project together”
“Ladju?”

“I really need your support mom, I have no  excuse !”
Nop ! 
“What can I do, son?” mau tak mau  aku bertanya rada keuheul.

“Anything..”
“Listen  Oim.. I can do nothing. This is a consequence. Things happens with reason! “ kataku berfilsafat.

“There is a start before an end!” Aku nyontek kata-kata ini dari Imung.
“OK mom..” katanya dengan suara rendah diujung telepon. Seolah-olah dia melihatku melotot.

“When you choose to go forward, just forget the previous place. Never stepping backward”

“And have fun  !” . teriakku, membuat sopir angkot menengok sejenak. Awas pak.. nabrak puun J J.

“Don’t waste your time to complain and giving  me such  bad news”. Suaraku masih tinggi .

Let me enjoy your travel . kataku tapi tidak diucapkan. Takut  dia bosan.
Tapi aku menambahkan

“Of course if you want, you can take it as a lesson ”
“Yes Mom” Dia mulai lega kedengarannya.

“Get it?” tanyaku seperti kepada siswa di kelas tiga bilingual J
“Sure Mom, thank you. ”



Keesokan harinya anakku dan kawan-kawannya tiba di Jakarta dengan pesawat Citilink dari Medan. Jam 21.00 di Bandara Soekarno Hatta, dia harus mengejar kereta Malam  di Stasiun Senen ke Djokjakarta  jam 23.00.

Aku tidak mau ikut deg-degan jika ia dan teman-temannya ketinggalan kereta, dan ketinggalan kuliah keesokan harinya.

Maka aku sms anakku :

“Selamat malam Oim, mamah sudah mau tidur …”
“Don’t bother me any more !! ”

Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz

Baru keesokan  paginya dia membalas,
“ Kami sudah datang di Jokja mah.. dan ketinggalan  2  mata kuliah….


(Tuuuuuh, kaaaaaan?????!!!!!…)


Somehow …
I feel that it was not only a travel.
It was a spiritual Journey !!
Wallaahu a’lam bisshawaaab.