The young Travelers
Hari Sabtu
“Mom, I’m on the way to Jakarta” kata anakku yang kuliah di
Jogja. Aku terkejut karena biasanya anak lelakiku itu bilang jauh-jauh hari sebelum pulang.
Hari sudah sore saat itu.
Aku memutar otak, apa yang bisa aku siapkan ya buat dia makan
malam. Biasanya anakku yang satu ini
bertanya aku masak apa sebelum dia sampai di rumah. Maklumlah mahasiswa, ia
ingin masakan yang rada serius ketimbang makanan yang biasa ia beli sehari-
hari di kampus; telor rebus,dadar telor, ceplok telor… J
“Saya tidak sendiri, mah.. tapi bertiga”
“Ha, bertiga…?” Kami yang biasanya masak nasi 1 gelas hari
ini harus dilebihkan.
“Tapi tenang mah, kami baru sampe Purworejo.. besok pagi kami
baru tiba di stasiun Senen!”
Ahh.. lega.. setidaknya masih ada waktu. Aku akan memasak untuk
tiga mahasiswa, dan anakku yang ada di rumah tentunya ; Nasi, ayam
goreng, eh ayam kecap mentega aja
deh, sayur bayam, sambal.. dan buah klengkeng..
Oke.. sepertinya cukup sempurna.
“Siapa saja Im ?” tanyaku.
“Satu orang Aceh, satu orang Madurra” jawabnya santai sambil
tertawa. Bayanganku langsung kepada sepiring mie Aceh dan sate Madura. Aku
selalu agak parno jika ada tamu mau datang apalagi menginap di rumah. Aku takut mereka tidak sejahtera. Maklum
kulkasku seringkali kosong.
Tapi ya sudahlah
nasi dan ayam goreng kecap pastilah disukai mahasiswa yang berasal dari suku apa saja.
Aku belum bertanya maksud kepulangan anakku kali ini. Belum
sepekan dia selesai KKN di Papua satu
setengah bulan, kok sudah melakukan perjalanan pulang. Bukankah ia belum lama
ini bilang nahwa pasca KKN, perkuliahan mulai aktif lagi untuk setahun
berikutnya, bahkan lebih intensif karena sudah semester akhir, sehingga
seharusnya dia tidak mengizinkan dirinya untuk pergi ke mana-mana.
Tapi adiknya yang terkecil sangat bersuka cita. Dia sudah
siap dengan segudang kebanggaan yang akan dipamerkannya. Keesokan paginya,
diajaknya teman-temannya naik ke pohon
cerry, membawa bantal dan tiduran diantara cabang-cabangnya yang rindang sambil
membaca buku.
“Biar Oim kaget kita ada di atas”, katanya. Sesekali dia
menengok ke bawah. Lehernya menjadi lebih panjang.
Terlalu lama diatas pohon, ia bosan. Lalu ia turun dan bersembunyi
di balik kain gorden dengan teman-temannya.
“Ntar kita kagetin kalau Oim datang!” katanya mengatur posisi
teman-temannya.
Puluhan menit berlalu, tak terdengar tanda-tanda sang kakak
tiba, akhirnya ia keluar dengan cemberut, diikuti teman-temannya.
“Ya udah, kita masak pancake aja, biar bisa minum teh sore sama
temen-temen Oim” lanjutnya setengah putus asa.
Ternyata anakku tak langsung ke pulang rumah siang itu. Tiba
pagi buta di stasiun Senen, Dia memanfaatkan waktu untuk mengajak
teman-temannya keliling Jakarta. City Tour, katanya.
Waktu sarapan pastilah sudah lewat. Kupikir mereka akan
datang pagi-pagi, kupesanlah nasi uduk
yang tak lama kemudian dingin sudah.
Waktu makan siang, si bungsu mulai kesal. Dia sudah mati
gaya.
“Mamah, Oim itu mau pulang nggak sih?“ katanya mulai bete.
Nasi hangat dan ayam kecap akhirnya kami
hidangkan untuk kami sendiri. Kami merayakan Welcome Lunch untuk kami sendiri. Tinggal beberapa potong ayam
plus bagian kepala dan ceker serta beberapa
butir lengkeng kami sisakan.
Biarin, salah sendiri !
Magrib.
Krik..krik..
Isya.
“Huwaaaaaah..”
Si adik mulai mengantuk.Teman-temannya sudah pulang lepas
shalat Maghrib tadi.
Beberapa kali anakku menelpon. Namun batang hidungnya yang
berjerawat itu tak kunjung terlihat jua.
Sampai disini aku jadi teringat ibuku dulu. Saat aku kuliah
di IAIN kemudian menikah dan tinggal di
Ciputat, kerap ia memintaku pulang ke Desaku, Majau. Aku berfikir saat itu
bahwa kepulanganku hanyalah kegiatan biasa; datang, bersalaman, makan bareng,
lalu minta bekal untuk bulan berikutnya,
Sekarang baru terasa olehku betapa ibuku dulu menantikan
kedatanganku dengan sangat. Beyond every
things !
No matter what kind of a child I was. Not important what I
had to give to her at that moment. She
awaited me as I am. Indeed.
Sampai kami bersiap-siap untuk tidur lagi, merekapun belum
datang . Akhirnya aku menghubunginya :
“Oim, kalau nanti kalian datang dan lapar, makan aja. Mamah
udah nggak tahan kantuk”.
About at ten AM , just right before I close my eyes and pull
my thick blanket , I heard a loud call.
“ Mamaaaa.. we are coming
!!! ”
Huh.. ganggu ajah.
Tak pelak aku tersenyum juga ketika menyiapkan mereka makan malam. Harir yang
mungil dan Pram yang gempal adalah anak-anak yang sopan. For the first sight I know that mereka adalah
anak-anak shaleh. Aaamiiin.
Mereka menolak ketika
kusuruh mandi karena kelelahan . Uh mereka bau sekali setelah seharian ber
–Jakartaria. Mereka juga menolak tidur di kamar, tapi lebih suka leyeh-leyeh
di luar diatas selembar tikar. Wah.. mahasiswa banget ya. Padahal banyak nyamuk loh.
Sepertinya mereka tahu bahwa kamar yang kutawari adalah kamar
cewek, adik-adiknya Oim. Mereka takut kamarnya berwarna pink dan … wangi
bunga.. hahaha … padahal sama aja. Bau
apek! Apalagi ada bantal Teta yang
nggak boleh dijemur…
Setelah semua beres, aku pamit untuk istirahat.
“Eits.. tunggu ! “ kata si Oim. “Mama nggak boleh tidur.. Oim
mau cerita dulu perjalanan selama di Papua, Nih lihat foto-fotonya.. “ kata
anakku sambil membuka netbooknya. Kalau tahu mau begitu, kenapa sih nggak
datang dari tadi pagi? Kataku menggerutu dalam hati.
“Huaaaah… nggak mau ah !’’ tolakku tidak terlalu halus.
“Dulu waktu Oim pulang dari Turki, mamah juga nggak punya
waktu untuk dengerin Oim bercerita… Nah sekarang harus.. rus !!”
“Nih… pas kita sampai di bandara Biak.Kita disambut hangat
Pemda Papua” serunya bersemangat.
“Ini bintang laut
sangat besar di pantai Supiori………” lanjutnya.
Suaranya makin jauh.
“Lihat mah, anak-anak itu menangis saat perpisahan…..”
Sambil tertelungkup , sayup-sayup aku mendengarkan lanjutan cerita
perjalanan dia selama Kuliah Kerja Nyata di bumi Papua.
“Subhanallah….”,
kataku sambil memandangi keindahan bawah laut Supiori dalam mimpi.
Maaf ya Oim, besok kita lanjutkan… kataku tak terucapkan.
Dan aku tidak mendengar suara apa-apa lagi.
************************************************
Senin Subuh
“Bangun semua.. Ola , Cinta, Oim.. Mama mau berangkat
sekolah”
“Kakak masih ngantuk…”
“Mau ketemu Oim nggak? Dia sudah datang lho tadi malam!” kataku.
Harir dan Pram langsung terjaga dan
berjalan ke Mesjid tanpa berwudhu terlebih dahulu. Begitu mungkin
kebiasaan di Asrama PPSDMS.
Bagaimana kalau di Mesjid nggak ada air? J
Semua sibuk pagi itu. Anak-anak bersiap ke sekolah. Sambil
bersalaman, Oim bilang sama adik-adiknya bahwa ia mau ke Aceh pagi itu lewat
Kuala Lumpur.
“Hah? “ kata sang adik. Sirnalah sudah rencananya showing up her new
talents.
“Baru nyampe, Oim
sudah berangkat lagi”.
“Kok bentar banget sih
mah? “ katanya berharap jawab.
“Tahu tuh !” kataku sekenanya. Aku yang bolak-balik dapur,
kamar, depan terlalu sibuk untuk menjelaskan.
Taxi yang sudah dipesan sudah menunggu di depan. Kesibukanku
bertam-bah pagi itu karena selain menyiapkan bekal anak-anakku ke sekolah, juga
agar aku dapat menghantarkan kepergian tamu - tamu istimewa itu.
“Im, sebenarnya Oim mau kemana sih?” tanyaku sambil mengaduk
teh.
“Lah, kan udah saya kasih tahu 3 bulan lalu,”
“3 bulan yang lalu? “
“Yang Oim bilang kemarin aja
mamah udah lupa!”
“ Saya tuh mau ke
Aceh. Ingat mah? Nah, karena ongkos
lewat Kuala Lumpur lebih murah, jadi Oim
lewat sana”.
Murahnya seberapa sih Im? Batinku mereka-reka. Tapi aku tak
punya cukup waktu untuk menghitung.
“Oke deh.. selamat
jalan, sekalian ya kita keluar bareng. Mamah mau ngajar. ”
“Wait mom.. “ katanya sambil menarik tanganku ke kamar.
“Ada apa sih?” Aku
menepis tangannya.
“My money is depleted
!” Aku membuka kamus di kepalaku. Lalu,
Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?? (aku agak pingsan. Tulang-tulang ikan
asin berjejer di kepalaku).
How can? He would go to KL and Aceh without money? Of course I
was not ready to hear and response his words.
“We are back packer, mom”.
“Yes but you need enough amount in your backpack!” sahutku.
“Absolutely.. “ he smiled. “So that the moms are for!” katanya menyogok.
Gubraaaaak !!!
***********************************
Senin malam Oim telpon bahwa dia dan teman-temannya disuruh
keluar dari sebuah masjid di Malaysia tempat mereka berencana menginap. Mereka
pikir negeri Jiran itu sangat religius .
Pasti Datuk-datuk itu akan mengizinkan mereka
untuk sekedar memejamkan mata di rumah indah dan ramah tersebut.
Duh, kalau saja Opa dan Kak Ros tahu… pasti mereka akan
diundangnya makan malam dengan- i –e- way –ei- em -yam … ayam. Dan yang pasti
Upin dan Ipin akan sharing kamar mereka yang sederhana dengan suka-cita.
Ternyata para
pemberani yang lugu itu tak sepenuhnya dapat meyakinkan marboot masjid bahwa
mereka berani berzikir semalaman untuk menghindari 200 Ringgit sewa losmen.
Bersyukur mereka tidak dideportasi.
Selasa pagi mereka mengumumkan sudah berada di ujung negeri.
Subhaanallah.. katanya. Di Sabang yang
lautnya lebih indah dari Supiori. Di dasar laut yang ikannya berwarna-warni. Di
laut Aceh yang indah dan dahsyat. Di tanah subur gemah ripah nan mendirikan
bulu roma.. di tanah luas yang menjadi
saksi kematian ribuan jiwa… As moslems, they look feel at home ..
“Oim merinding mah..” katanya. “Speechless !! ”
3 hari penuh arti para pejuang muda itu di tanah Rencong. Sempat melihat
kekokohan Baiturrahman, dan eksekusi rajam seorang pencuri di latarnya,
anak-anak hukum itu merasakan bahwa
sepanjang yang mereka tahu, Aceh adalah provinsi ter-aman dari korupsi dan
pencurian di seluruh Indonesia.
Selain itu, mereka merasakan keramahan penduduk asli yang diwakili oleh
ibunda Harir yang sebatang kara mengasuh keluarga. Mereka makan
minum disana disuguhkan dengan senyuman tulus, for free !!.
Anakku yang satu ini selalu update status. Nor in the FB, neither
to the Plurk. But to me.
“Mom.. Now we’re in the bus to Medan!” teriaknya meningkahi
deru bis antar kota itu. Wah.. Aku tidak bisa membayangkan Medan. Aku hanya
ingin makan bika Ambon.
“Temui Teh Kiki, bilang mama minta dikirim bika dan sirop markisa”
hehe..
“This is the best bus ever, Mom!” jawabnya, nggak nyambung.
Alhamdulillah anyway .
Kebahagiaan anakku yang membuncah memberikan energi positif
ke seluruh relung hatiku. Betapa tidak ?
Manakala anak kita berbahagia, “fabiayyi aalaa-I robbikuma
tukadzzibaan?”
Kuceritakan semuanya pada anakku yang lain, Teta, Ola, Cinta.
Bahkan temanku di sekolah. Mereka ikut senang.
“Hebat ya mah.. Oim bisa melaju dari Merauke Sampai ke Sabang” Kata Cinta menirukan judul lagu sambil
menunjuk peta lusuh di dinding rumah kami.
“Alhamdulillah..” kataku . “Semoga ini menjadi awal
perjalanan ia ke tempat yang lebih jauh” .
“Seperti Marcopolo dan Vasco de Gama ya Mah?” kata Cinta yang baru saja membaca
Seri Tokoh Dunia.
“Ya.. Juga seperti Ibnu Bathuthah dan Kapten Cheng Hoo”
jawabku. Aku teringat Imung kawan baikku yang suka mendaki gunung dan pernah
berkunjung ke berbagai negara.
“Juga seperti teh Yoyoh yang sering berdinas ke luar negeri
ya? “ kata Ola.
“Ya .. neng”
Puji syukur pada Allah tak henti
kupanjatkan karena anakku bisa bepergian ke tempat-tempat yang belum pernah
kusinggahi.
Namun tak ayal, ada
suka-ada duka.
Begitulah hidup ini.
On the way home from work
, manakala aku terkantuk-kantuk in the angkot, my son asked me if I have time
to listen to him. Kalo cara gini ngomongnya,
dapat dipastikan ia sedang punya masalah
serius. Pasti hatinya lagi ciut.
“Mah…., I feel not so
well today.. “ Dia berhenti berkata.
“I think I just as runaway from the fact. ” Lanjutnya.
“What’s up?” Aku mulai mengira-ngira.
“Actually I have class at Campus these days” Nah loh.. Apa kubilang ?!!
Aku jadi teringat dia pernah sangat down ketika gara-gara
absensi , pak dosen Ilmu Hukum kasih dia nol di ujian semester. On the
contrary, it was one of his favorite
tutorial !
“Then?”
“Then I am now feeling bad, coz I haven’t been permitted
yet..”
Ya pasti lah galau…
“Truss?”
“Then I haven’t told the Senior librarian whose I work with
him these months that.. I am here,… far
away from Djokjakarta ”.
“So what?”
“Also I have an appointment with Mas Fajar to do the Class
Project together”
“Ladju?”
“I really need your support mom, I have no excuse !”
Nop !
“What can I do, son?” mau tak mau aku bertanya rada keuheul.
“Anything..”
“Listen Oim.. I can do
nothing. This is a consequence. Things happens with reason! “ kataku
berfilsafat.
“There is a start before an end!” Aku nyontek kata-kata ini
dari Imung.
“OK mom..” katanya dengan suara rendah diujung
telepon. Seolah-olah dia melihatku melotot.
“When you choose to go forward, just forget the
previous place. Never stepping backward”
“And have fun !” . teriakku, membuat sopir angkot menengok
sejenak. Awas pak.. nabrak puun J
J.
“Don’t waste your time to complain and giving me such bad news”. Suaraku masih tinggi .
Let me enjoy your travel . kataku tapi tidak
diucapkan. Takut dia bosan.
Tapi aku menambahkan
“Of course if you want, you can take it as a lesson ”
“Yes Mom” Dia mulai lega kedengarannya.
“Get it?” tanyaku seperti kepada siswa di kelas tiga
bilingual J
“Sure Mom, thank you. ”
Keesokan harinya anakku dan kawan-kawannya tiba di
Jakarta dengan pesawat Citilink dari Medan. Jam 21.00 di Bandara Soekarno
Hatta, dia harus mengejar kereta Malam di Stasiun Senen ke Djokjakarta jam 23.00.
Aku tidak mau ikut deg-degan jika ia dan
teman-temannya ketinggalan kereta, dan ketinggalan kuliah keesokan harinya.
Maka aku sms anakku :
“Selamat malam Oim, mamah sudah mau tidur …”
“Don’t bother me any more !! ”
Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Baru keesokan
paginya dia membalas,
“ Kami sudah datang di Jokja mah.. dan
ketinggalan 2 mata kuliah….
(Tuuuuuh, kaaaaaan?????!!!!!…)
Somehow …
I feel
that it was not only a travel.
It was a
spiritual Journey !!
Wallaahu
a’lam bisshawaaab.