Minggu, 20 September 2015

Wanita itu....
Setelah bangun paling awal, ia membangunkan anak dan suami Yang kadang memerlukan ekstra tenaga dan ekstra sabar
Lalu ia menyiapkan sarapan, berangkat kerja (atau mulai bekerja secara domestik bagi ibu rumah tangga)
Setelah itu,
Ia menyiapkan diri
mendengarkan keluhan-keluhan anak2 dan suami...
lalu melayani mereka lagi sepanjang hari
sepanjang tahun
sepanjang hidup.
Dengan segenap hati...
Mereka juga siap
untuk diwada
dan dicarekanan.
Setelah itu dengan polosnya mereka akan meminta maaf untuk kesalahan
yang tidak mereka lakukan
Semoga Tuhan memberi kami,para wanita,
syurga yang indah tanpa hisab
Wahai wanita
Mari kita bangkit dari kesewenangan
Tuk mendapatkan pujian tulus
Tuk mendapatkan penghargaan sejati
Tuk mendapat keadilan
Di jalan Ilahi..
(Selamat hari Kebangkitan)
Kepuh


Saya masih mencium harumnya bau cengkih Kepuh yang semerbak, ngampar di SEMUA halaman rumah orang2, sebelum pak Harto menebas seluruh cengkih kepuh Janaka dan cengkih di Indonesia hanya karena sayang Tomi dengan monopoli dan cengkeraman KPPC-nya

Saya masih ingat drama di Sekolah MA yg diperankan oleh Baidhowi kasep sebelum kematiannya..

Saya tidak akan lupa Hj Samsu Haji Malik yang kaya raya

Keramahan Ibu Haji Samah dan Ibu Hindun yang bersahaja...


cai tampian kepuh yang jauuuuuuuh di lebak saya turuni.

Pulangnya bawa seeng herang lewati undakan tanah menanjak saya daki

Hanya ada pengecualian di musim hujan dimana bak-bak penampungan penuh
menggembirakan orang2 kepuh
Dulu
Kekayaan dan kebersahajaan terpadu

Sebelum ada teknologi canggih
Silaturahmi kami-Majau-Janaka- Kepuh.. malah terjalin sangat baik


 Entah perubahan membaik atau sebaliknya
Saat kopi,cengkeh, tangkil tiba-tiba menjadi sangat murah

Kami orang kampung
hanya mengusap dada
Saat hasil bumi kami hanya dihargai setengah dari biasanya
atau kurang dari itu bahkan..

Cengkih kopi Tangkil kalapa
Mulanya indah berkilauan
Tiba -tiba jadi hampa tanpa makna

Dalam ketidak mengertian yang naif
Mahasiswa pulang kampung pegang cangkul atau ngojeg kerana emab nggak lagi kirim wesel

Petani tak lagi bersemangat menanam
Kopicengkehtangkilkalapa dituar
Dijual batangnya tak seberapaharga

Majau Janaka Kepuh kerontang
Air sungai nyerekcek perlahan saat
Senyum manis gadis jejaka kampung lenyap

Berduyun lelaki-lelaki muda potensial
Memenuhi pabrik ban dan sendal
Terpenjara-terkurung upah alakadarnya...

Kuantar kau, ke seberang, nak.
Berat rasaku
Saat kulepaskan genggam tanganmu
Tunduk wajahku
Tak sanggup maemandangmu
Hanya...
Kudoakan sepenuh hati
Kumemikirkanmu
setiap detik dalam nafasku
Kini
Kau tlah dapat kokoh jejakkan kaki
bahkan kau dapat melompat dan berlari
Kau merdeka , nak..
Lalui jalanmu..
Tapi
kukan tetap menatapmu
dari kejauhan...
Jika kau tersandung atau jatuh
Atau tersesat atau lapar..
Atau temanmu meninggalkanmu
Boleh kau menangis
Namun cepatlah bangkit
Berjalanlah dengan tegak..
Yakinlah
Allah kan selalu bersamamu..
Mathlaul Anwar
(1)
Madrasah tempat kami menuntut ilmu adalah Mathlaul Anwar. Sebuah lembaga da'wah yang kental dengan nilai- nilai spuritualitasnya.
Bagiku, MA bukan hanya tempat datang pagi-pagi, belajar, lalu pulang lagi di siang hari. Tapi ia lebih dari itu. Ia adalah nama yang sudah kudengar jauh sebelum aku lahir. Ia darahku..ia dagingku..
Bertempat di tonggoh sebelah kuburan di Kampungku, kulihat sekolahku itu begitu gagah..begitu berwibawa.
Untuk mencapainya, aku si gadis kecil yang baru menginjak 6 tahun saat itu harus terengah menaiki tangga ..tepatnya undakan tanah yang bercabang dua, satu menuju sekolahku, lainnya menuju pekuburan.
Mathlaul Anwar, melalui jalan setapak berundak tanah itu bermakna sangat filosofis bagiku, ia seperti sebuah persimpangan. .sebuah pilihan.. Mau Sekolah di MA, Atau mati saja di kuburan smile emoticon
Seperti sebuah anekdot. Tapi begitulah adanya. Aku merasa mendapat kan pilihan yang tepat ketika orang tuaku mendaftrkanku ke Madarasah Mathlaul Anwar.
Hari pertama aku mendapatkan pelajaran Fiqih. Tentang Kebersihan. Thoharoh
Ari najis eta aya tilu.. Mugholladzoh..mutawassitoh jeung mukhoffafah... Kata Pa Pudol.
Lamun urang diletak anjing kudu dikumbah ku taneuh tilu kali jeung cai baresih opat kali. Tambahnya.
Wah.. Aku kagum pada ajaran Islam sangat detil termasuk dalam menghadapi anjing. Aku kagum pada pa Pudol. Guru Mathlaul Anwar.
Keesokan harinya aku mendapatkan pelajaran Aqidah Akhlaq. Lalu sejarah Islam..Lalu Tauhid. Semuanya mengajarkan tentang kebaikan. Kesucian. Kejujuran. KeTuhanan..
Kini 40 tahun sejak saat itu ..
Aku mendengar kabar bahwa ada guru Mathlaul Anwar menjual ijazah..
Tadi pagi aku mendengar kabar bahwa Pegawai Mathlaul Anwar menjual foto dirinya..
Semoga ini kabar burung.
Pergilah wahai burung
Janganlah kau bawa kabar bohong itu lagi..
Pergilah...
(Buat Anak-anakku
Di Asrama HMB)
Dulu..
Lugu Kau datang kesini
Ditanganmu kau genggam
buku kecil,
kitab suci..
Kau lantunkan ayat kursi
Sebelum sarung kumal menyelimuti
rengkol kurusmu dalam mimpi
Suka duka
Dilalui bersama
Lapar ,
dahaga bersama
Makan sepiring bersama
Air seorang seteguk
Udara seorang sehisap
Sedih dibagi-bagi
Dalam sendat tak berbunyi
Tawa berderai-derai
Saat tak bisa lagi berbagi keluh
Di asrama nan apak tercinta ini
Banyak hal kau rasakan
Banyak "ilmu" kau dapatkan
Jangan puas nak !
Kerana
Kamu barulah memulai
Hidup sesudah wisuda nanti
Bahkan akan terasa lebih berat lagi
Maka mulailah
Hari barumu dengan bismillah kembali
Kitab suci kecilmu
yang terabaikan itu
Ambillah lagi...
Karena dialah yang dulu
Membawamu kesini...
Brus...
Ibuku membuang sampah
Kulit buah
bungkus tempe
kemasan makanan ringan

Dan sebungkus roti
hampir utuh
Mengapa dibuang bu?
Tanyaku
Oh udah ekspayer nak..
Kumengintip di pagar
Seorang pemulung
dan anak seumurku
Mengais tempat sampah kami
Tap..
Diambilnya roti expired itu
Mengapa diambil pak? Tanya anak seumuranku
Oh.. ini masih bisa dimakan.
Baru kemaren ekspayernya nak..
Hap hap ..
Lahap mereka memakan roti kedaluarsa kami
Bergegas ku ke kamar ibu
Bu..
Mengapa ibu tak berikan
pada mereka
sebelum kedaluarsa?
Tanyaku pada ibu yang sedang memakai maskara
Ibu berkata:
Ibu tidak tahu nak
Bahwa ada orang lain yang memerlukannya.
(Oh ternyata ibuku tak peka)
Saat remaja.
(Majau 20 tahun lalu).
Seorang teman lelaki mengatakan akan datang ke rumah ibuku. Sebagai teman kami terbiasa saling berkunjung, ngopi- ngopi atau babacakan di bawah curug atau pinggir sungai.
Aku merapikan rumah kami yang sederhana, menyapu lantai dan mengelap meja kayu kami yang agak miring.
Kebetulan di halaman rumah kami ada melati sedang berbunga. Jarang2 ia berbunga di musim ini. Kupetik beberapa kuntum berikut tangkainya, dan kuletakkan di gelas belimbing yang sudah diisi air diatas meja miring. Lumayan .
Ia mewarnai ruang tamu kami dan dan mengalirkan aroma harum.
Saat aku ke dapur untuk menyiapkan makanan ringan, keponakan kecilku masuk dan dengan gembiranya memetik semua bunga putih harum itu, dan memamerkannya padaku.
"Bibi... aku punya mahkotaaaa..!" Katanya seraya merentangkan tangannya ingin memelukku. Aku terperanjat.
Rambutnya yang ikal sudah dihiasi bunga2 melati membentuk sebuah bandana.
Keceriaannya terhenti oleh sebuah cubitan yang mendarat di betisnya. Ia kaget dan air matanya berlinang. Aku kaget jg oleh responku yang spontan itu. Ia berdiri mematung.
Tak lama kemudian datanglah kawanku tadi berdua temannya. Aku beranjak ke depan diikuti keponakanku yang masih menangis tadi.
"Kenapa adik kecil menangis?" Kata temanku. Keponakanku mengedarkan pandangannya ke arah vas gelas belimbing. Aku juga ikut memandangnya.
Setangkai melati dan dedaunannya yang membisu. Air di gelas itu masih bening. Tak bergeming.
"Ooooh.. " dia lalu mengerti.
"Kamu memetik bunga2 itu?" Kata lelaki itu menunjuk meja. Keponakanku diam menunduk.
"Dan bibimu memarahimu?" Si gadis kecil mengangguk.
Lalu ia meraih gadis kecil itu. Dalam dekapannya ia mulai tenang. Lelaki itu berkata.
"Ssst sudah.. diamlah. Ternyata bibimu lebih sayang bunga melatinya daripada keponakannya."
(Dan akupun nyengir kuda)..
Asyik


Namanya Asyik. Semua orang di desa kami mengenalnya karena namanya yang unik.
Siapa yang mengerti artinya dalam bahasa Arab? tolong beritahu saya. Mungkin akar katanya Asyaka
Yusyiku Asykan atau apa hehe..
Jangan iri jika namanya terkenal, karena hanya ada satu nama Asyik di desa kami. Bahkan mungkin di sekolah kami sejak Tingkat Madrasah Ibtidaiyah (SD) sampai Aliyah (SMA) Mathlaul Anwar.
Asyik adalah tetangga saya, masih kerabat juga, dan kakak kelas saya waktu Sekolah.
Saat sekolah Asyik sangat cemerlang. Dengan lafal huruf R nya yang cadel, ia sangat fasih berbahasa Inggris. Belum lagi ilmu lain yang dikuasainya; fiqih, hadits, Bahasa Arab, bahkan ilmu Manthiq (ilmu Logika).
Maka saya agak heran saat terakhir bertemu dengannya, ia tidak mengajar. Bahkan ia sedang asyik bekerja di kebunnya. Sayang sekali, pikir saya. Ilmunya tidak disebarkan.
Sekarang Asyik mengolah sebidang tanah warisan dari ayahnya untuk dijadikan kebun jagung dan kolam ikan.
Tangannya kasar karena setiap hari memegang cangkul. Keringat bercucuran mengaliri dahinya yang menghitam.
Ia mempersilahkan kami masuk ke rumahnya yang terbuat dari bambu. Kami masuk ke rumah sejuk itu. Rumah itu berlantai tanah dan retak retak karena kemarau panjang.
Asap yang mengepul dari hawu membentuk garis-garis putih yang indah.
Garis-garis itu memantulkan sinar matahari sore, melalui lubang-lubang anyaman bilik bambu, melukiskan siluet sosok istrinya yang sedang menjerang teh untuk kami.
Asyik pamit membersihkan dirinya yang bolokotan leutak. Ia pergi menuju sumur kecil di pinggir balong, sementara kami asyik berbincang dengan istrinya yang rendah hati dan selalu tersenyum, sambil menikmati kudapan pisang goreng dan kumili rebus dari kebun sendiri.
Sesekali terdengar kecipak ikan mas dan suara bebek yang sedang berenang di balong depan rumah mereka, mengisyaratkan harmoni suasana desa.
Setelah asyik duduk dengan kami, ia bercerita dengan semangat tentang pembangunan desa.
Oh rupanya salah sangka saya. Ternyata ia tidak hanya senang bertani, tapi juga sangat peduli dengan perkembangan masyarakat.
Dengan masygul ia menyatakan keprihatinannya dengan masjid yang "kosong" dari kehadiran anak muda. Anak muda, katanya, sangat acuh tak acuh seperti tak butuh lagi masjid.
Dulu, katanya, masjid adalah pusat dari kegiatan pemuda. Jika magrib tiba, anak-anak muda berbondong2 ke masjid. Shalat dan mengaji.
Setelah itu mereka pergi ke Bale untuk belajar ilmu agama dan menginap di Bale untuk mengaji setelah subuh hari.
Sekarang tidak ada lagi. Kalau dulu mesjid ramai terlebih2 di bulan Ramadhan, sekarang sepi.
Kalau dulu malam taqbiran mesjid gempita oleh takbir dan ngalagudag, sekarang suara speaker didominasi suara kakek tua yang terbatuk2.
Dari nada bicaranya terlihat kental Asyik merindukan masa lalu desanya yang sarat dengan spiritualitas.
Lalu, kenapa Asyik tidak mengajar di Madrasah? Saya tanya. Bukankah dengan mengajar ia bisa meraih mimpi2nya?
Tidak.. katanya. Bukan itu solusinya. Pendidikan masyarakat dimulai dari rumah. Orang tualah sokoguru keberhasilan pembangunan manusia.
"Maka saya mengajar orang tua di majelis Talim dan paguyuban2.
Semoga kita bisa mengembalikan anak2 mereka ke masjid tercinta kita."
Kata Asyik mengakhiri percakapan kami.
Wow.. saya tersadar. Ternyata Asyik lebih asyik dari yang saya duga.
Curang!
Seringkali siswa mengeluhkan metoda pembelajaran yang diterimanya di kelas.
Anak pertamaku, saat itu kelas 2 SD menggerutu karena gurunya selalu menyuruhnya menulis.
Anakku yang tulisannya tidak rapi selalu mendapat teguran dobel dari gurunya itu;
Pertama ia lama menulis, kedua tulisannya tidak rapi.
Alih-alih gembira pulang dari sekolah karena dapet ilmu, ia malah mutung dan bilang tidak mau sekolah lagi.
"Jangan Malas". Tulis gurunya setiap hari. Aku dan suamiku selalu membaca oleh-oleh komentar dibawah tulisan anakku yang belum selesai itu.
Toh, notification itu tidak membuat anakku berubah. Ia bahkan berbalik menyalahkan gurunya yang terlalu banyak menulis di papan tulis. Nah lo..
Saat SMA, beberapa kali ia mengantarkan adiknya yang masih SD ke sekolahnya. Ia memperhatikan cara guru sang adik dalam mengajar.
Ia melihat begitu berbeda metode yang dilakukan guru si adik dengan apa yang didapatkannya saat SD . Terlebih2 di SMP dan SMA.
Guru tersebut mengawali harinya dengan mengajak siswa duduk melingkar dilantai. Sang guru, setelah menertibkan cara duduk siswa, mengajak anak2 bercakap-cakap; mulai dari hal2 yang ringan sampai yang serius.
Misalnya yang ringan : Siapa yang tadi pagi peluk mama /dipeluk mama sebelum berangkat?
Atau Apakah kalian senang/sebel/sedih /nangis pagi ini?
Misalnya yang serius: Siapa yang tahu 100-1 ?
Atau :Siapa presiden pertama RI?
Setelah itu sang guru memberinya pujian dan sesekali bintang.
Dia perhatikan siswa mulai aktif bercerita dan bertanya. Lalu sang guru merespon dan menasehati. Maka pembelajaranpun tak terasa mengalir seperti air bening.
Murid tidak sadar bahwa dia sedang belajar. Tahu-tahu sudah siang dan waktu pulangpun datang.
Huh.. curang.. katanya kepada sang adik.
Keong
Keong bergegas. Ini adalah perhelatan besar. Ia menyiapkan dirinya semaksimal mungkin.
Setelah organisasi bergengsi ini dipimpin Singa di tahun lalu, di rimba raya akan dipilih seorang pemimpin baru.
Sebagai satwa yang menyandang gelar abadi pelari terlambat seantereo jagat, Keong berangkat sesubuh mungkin. Ia tetap semangat. Toh kakek buyutnya dulu pernah memenangkan pertandingan lari melawan kelinci.
Di perjalanan, teman-temannya dari berbagai jenis hewan, besar kecil, karnivora ataupun herbivora, serangga maupun mamalia, melesat melewatinya dengan cara yang berbeda-beda.
Dengan gagah cheetah melewatinya dengan berlari kencang. "Dah Keooong.. aku duluan yaa.."
Burung gagak terbang sambil menari-nari diatasnya membentuk tarian meliuk liuk sambil menukik..
"Ayo semangat Keong.." katanya sambil melesat .
Capung lain lagi. Ia menunjukkan simpatinya dengan hinggap diatas cangkang Keong agar bisa berjalan bersamaan. Tapi lama-lama ia merasa bosan dan Keongpun menjadi tidak nyaman karena sesekali sayap si Capung menyentuh tentakelnya. Akhirnya ia berputar-putar diatas lalu menghilang mendahului.
Hampir saja ia terluka karena kaki jerapah menginjaknya saat ia hampir sampai. Untung ia tidak cedera.
Terdengar bunyi tetabuhan menyambut acara itu di padang rumput luas itu. Seluruh keluarga margasatwa hadir berbaris rapi. Pertunjukan demi pertunjukan mengawali perhelatan akbar tersebut.
Sampailah pada acara inti.
"Sodara-sodara.." kata Gajah ketua Majelis Penasehat, "Peristiwa ini sangat penting. Marilah kita merayakan pertemuan ini dengan rasa syukur.." Hadirin hening.
"Selanjutnya, kita akan menentukan pemimpin baru kita secara adil dan demokratis" Hadrin bertepuk tangan. Keong mendengarkan seluruh isi pidato sang ketua penasehat dengan khidmat. Lalu menggemalah tepuk tangan panjang.
Kemudian dari setiap kelompok warga diminta mengajukan seorang calon ketua.
Keong bermusyawarah dengan temannya sesama hewan bercangkang. Dengan kompak mereka memilih kura-kura untuk bakal calon dari jenis mereka.
Kelompok Serangga mengusulkan Grasshopper si belalang. Kelompok Amfibi mencalonkan Salamander si tubuh licin dan Kelompok Reptil mengutus Ular.
Setelah menyampaikan visi misinya, para bakal calon kembali ke tempat duduk.
Hadirin menanti dengan tegang. Siapa yang bakal memegang tampuk kepemimpinan.
Begitupula si Keong.
(Angkot Ciputat-Kebayoran, 10 Agustus 2015)
Bersambung
Agustusan
Aku tak dapat pejamkan mata. Sepatu kain yang baru siang tadi diwantek hitam bertengger dengan gagah diatas meja.
Aku tak sabar menunggu esok. Badan lelah setelah melakukan pekerjaan seharian tadi tidak terasa. Biasa.. kalau kita semangat adrenalin akan meningkat.
Setelah mewantex dan menjemur sepatuku yang mulanya berwarna putih itu , aku menyeterika rok hijau dan kemeja putih seragam madrasah kami, Madrasah Mathlaul Anwar.
Kemudian aku membantu ayahku mengecat pagar bambu depan rumah. Pagar bambu setinggi betis orang dewasa itu terlihat cantik kini.
Semua pekarangan rumah memiliki pagar bambu, dan semua pagar itut dicat (baca:dikapur) putih, menandakan perayaan besar Agustusan kan segera tiba.
Sepanjang jalan, tak trkecuali dari mulai RK (Rukun Kampung) sampai Kabupaten berpagar kapur putih, sebuah cara sederhana yang memperlihatkan kekompakan dan kerapihan cara hidup kami saat itu.
Semua halaman dibersihkan. Umbul-umbul warna warni dipasang dan bendera merah putih dikibarkan.
Ya, hanya Agustusan yang bisa menyaingi ramainya Lebaran. Kami bahkan saat itu boleh membeli baju seragam sekolah baru, agar jika baris berbaris nanti terlihat lebih rapi, lebih bersih, dan berwibawa.
Hari yang dinantipun tiba . Setelah berkecipak kecipung di sungai Ci Majau yang bening, àku segera bersiap. Seragam kukenakan, lengkap dengan kaus kaki putih dan sepatu hitam.
Priiiiiit....
Peluit pemimpin barisan melengking. Siaaap grakk.. Lencang kanan grakk
Jalan ditempaaaat.. grakk
Majuuuuuu... Jalan!!!
Hap hap hap....
Dengan bangganya kami berbaris rapi. Sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan kàmi melewati Legok Haur, Cinangka, Pamatang, Ganjur, nanjak ke Ciandur, lalu sampailah kami di Kecamatan.
Derap kaki kami mengepulkan debu di Jalan tanah Majau-Saketi . Menghentak meninggalkan jejak semangat kemerdekaan
Ibu2 dan anak2 melambaikan tangan. Kami membalas lambaian mereka. Terselip rasa bangga menjadi bangsa yang merdeka dan berkedaulatan.
Maju Tak Gentar..
Membela Yang Benaar...
Sorak Sorak Bergembira
Bergembura Semua...
Sudah bebas negeri kita
Indonesia Merdeka..
Tak kurang dari sepuluh Sebelas lagu Nasional kami dendangkan sepanjang jalan. Tak terasa 5-7 KM perjalanan kami lewatkan.
Sampailah kami di Kecamatan. Kecamatan kami, Saketi, yang dari dulu sampai sekarang selalu sepi, akan berbeda di hari Agustusan. Hari Kebanggaan.
Saat kami datang, suasana lapangan upacara sangat ramai. Semua siswa sekolah sekecamatan berkumpul disana. membentuk barisan mengelilingi tiang Bendera Merah Putih.
Tak penting dan kamipun tak ingat secara detil petuah bapak Camat pada pidato Agustusan. Yang kami ingat adalah semangat yang berbeda pada hari itu. Semangat Patriotisme.
Dan yang tak kalah penting adalah saat-saat setelah bubar barisan. ( Kini aku kuatir jangan-jangan ini alasan utama yang membuatku lebih bersemangat).
Kami berpencar menyambangi para pedagang makanan; es tiir yang ditangkep batok lalu disiram sirop merah menyala, es cendol gula merah, tebu yang dibentuk seperti bunga (ditusuk dengan lidi bambu), urab jengkol dan penganan khas desa lainnya..
Kami bela - beli sesuai uang jajan yang diberikan orang tua kami. Tak penting berapanya . Yang jelas kami sangat berbahagia, dan pulang dengan gagah serasa sebagai seorang pahlawan.
Wuih.. The unforgettable experience !!!
(Robbanaa Hab lanaa
Min azwaajinaa wa Zurriyyatinaa
Qurrota A'yun)

Tak seperti biasanya, anakku pulang dengan muka kusut. Ia terlihat seperti satu dua tahun diatas usianya.
"Come on young boy, What's up?" tanyaku menepuk bahunya saat ia menyalamiku.
Rupanya ia sedang galau. Sambil ngademprok diubin rumah kami yang bersih setelah kupel tadi , iapun mencurahkan isi hatinya.
"Mama... apakah mama seperti sebagian besar mama-mama yang lain?" sebuah pertanyaan pembuka.
Atuh ke heula Kai... ngarenghap heula. Etamah Ujug-ujug udah menyuguhkan topik "berat".
"Tunggulah sebentar. Mama sudah siapkan teh manis dan nasi liwet kesukaanmu" kataku ngeloyor ke dapur.
"Ma..." Katanya tak bergeming setelah aku duduk didepannya,
"Apakah terpikir oleh mama jika aku lulus nanti, aku harus mendapatkan pekerjaan yang baik?" di sebuah Law Firm bonafid misalnya ?" aku mengangguk.
"Lalu aku mendapat gaji besar?"
"Ya.. tentu" jawabku mantap.
"Lalu aku menikah, punya anak, rumah dan mobil?" tanyanya lagi penuh selidik. Aku masih meraba-raba arah pembicaraan anakku lanang satu ini.
"Kenapa mama mau begitu?" serempetnya.
"Oh.. eh.. bukankah begitu seharusnya nak?"jawabku mencari-cari alasan yang tepat.
Sekarang ia adalah lelaki dewasa, bukan lagi bocah sulungku yang lucu. Itu dulu...
jadi saat berdiskusi atau debat, àku "diwajibkan" olehnya memiliki argumentasi yang dapat diterima akal sehat jika itu bukan sebuah dogma.
Ia baru akan menerima alasan anehku hanya jika ada ayat Alquran atau Haditsnya.
"Karenaa.. eu.. karena its normal right?"jawabku balik bertanya.
"Dengan bekerja kamu akan hidup tenang. Dengan berkeluarga kamu akan memiliki sebuah lembaga otonomi. " kataku.
"Oh tentu. Saya akan berkeluarga. Tapi istriku juga tidak boleh punya fikiran yang sama dengan mama." kilahnya. "Ia harus mau diajak hidup sederhana".
Lho.. kenapa? Jika kamu punya kendaraan, mama juga bisa nebeng jalan-jalan ke tempat wisata.. sambil memangku cucu mama yang cantik berkepang dua..."jawabku setengah bercanda.
Tapi candaanku rupanya kurang lucu. Ia sama sekali tidak tersenyum. Apalagi tertawa.
"No, mam..." sangkalnya serius.
"Aku mau lanjut S2 lalu S3. Setelah itu aku akan hidup di desa. Menanam pisang dan memelihara unggas. "
"Selain itu aku ingin jadi guru atau dosen. Aku akan mengajar ngaji dan Calistung pada anak2 tetangga.
Dan aku akan mendedikasikan ilmuku di Fakultas Hukum UNMA.
Aku tidak mau menyumbang polusi dan kemacetan. Karena dekat, Aku akan naik sepeda dan jalan kaki atau naik angkot saja."
"Doakan ya mah.. " pungkasnya, seraya menarik nafas lega setelah unek-uneknya tumpah... dan ia baru bisa makan nasi liwetnya dengan lahap.
Hap !
Waj'alnaa lilmuttaqiina imaamaa...
Teman sejawatku, sebut saja namanya mas Joko (45 tahun), sedang melegalisir ijazahnya di sebuah Universitas ternama di Jogja untuk keperluan sertifikasi.
Ia menunggu beberapa saat di bangku panjang kantor Tata Usaha.
Saat audah selesai , petugas Tata Usaha memanggil namanya dan memberikan bundel lembaran fotocopy ijazah yang sudah dicap dan ditandatangani dekan.
"Asline ngendhi , pak?" kata petugas berkerudung itu, medhok, tersenyum manis sekali.
"Oh.. aku sih lahir di Pemalang, mbak.., tapi sekarang tinggal di Jakarta" kata mas Joko ramah, sambil mengangguk.
Gadis manis itu terkejut sejenak, lalu berkata setelah mendehem.. "mmm.. maksud saya anu.. ijazah aslinya"
Mas Joko seperti disiram air hangat. "Maluuu aku..." katany
We are poor and still alive

Ada istilah " I'm single and very happy" yang dipopulerkan oleh pemusik dan vokalis Oppie Andaresta untuk menangkis tudingan bahwa para jomblo's atau single parents senantiasa berada dalam keadaan galau.
Istilah itu sudah biasa terdengar dan orang mafhum sehingga tidak aneh lagi jika kita mendengarnya.
Yang bikin aku takajui- kajui adalah ungkapan spontan yang diucapkan anak ke-3 ku tadi pagi :"Im poor and still alive."
Maksutnya?
#######
Saat kuhidangkan tempe goreng, anakku mengambil kemasan sachet saus cabe untuk dicocol si tempe.
"Eitt... Jangan kak.." sergah adiknya. "Itu saos udah expired" kata sang adik.
Si Kakak tak acuh. Dia tetap melanjutkan makan tempe saos dengan lahapnya.
"Huah.. huah.. " seuhahnya. Si adik mengambil bungkusan saus lalu memperlihatkan tanggal kedaluarsa di luar kemasannya.
"Tuh.. kak, lihat !" katanya serius.
"Nggak apa apahh.. hah.. masih pedess kok" cueknya.
"Bahaya tauu " kata si adik yang berumur 11 tahun.
"Nggapapa diiik.. baru setengah bulan " si kakak meyakinkan tanpa penjelasan ilmiah.
"Tuh.. mamah juga suka beli buah second" kata kakak lagi menengok ke arahku tanpa tedeng aling-aling.
Baiklah aku mengaku a.. aku beberapa kali membeli buah yang sudah didiskon 50 persen di TOSERBA.
Kau tahu kawan? di Giant atau Ramayana suka ada buah afkir, dikupas, dipotong2 dikemas lagi dengan apik, lalu dijual setengah harga.
"Buktinya, kita masih hidup !." kilahnya.
Sambil tersenyum manis si kakak bilang
" Don't worry sista.. we are poor, and still alive !" katanya sambil mencocol potongan tempe goreng terakhir, dan beranjak.
Seuhahh.. seuhah...
Hah?
(Enjoying the Traffic Jam
D-01 Ciputat-Pondok Pinang Jumat Pagi)
Angkotku Inspirasiku

Lalu lintas Ciputat-Kebayoran lama, jangan ditanya, selalu padat setiap saat;
Pagi hari orang pergi kerja dan pelajar berangkat sekolah.
Siang hari ibu2 pergi belanja.
Sore hari , yang tadi pagi berangkat , pulang lagi. Begitulah setiap hari.
Mungkin ditempatmu begitu juga ya?
Keadaan ini membuat para angkot commuters harus bersabar duduk menanti sampai di tujuan. Iyalah.. harus bersabar. Kita nggak bisa paksa sopir tuk mempercepat laju angkotnya.
Wong supir juga sama. Musti sabar. Ia bareng bersama penumpang. Enggak mentang2 duduk di depan ia bisa datang duluan, kan? hehe.
Meningkatnya jumlah penduduk dan mudahnya proses kredit kendaraan menambah semerawut lalu lintas Jakarta dan kota besar lainnya dari tahun ke tahun. Ditambah lagi dengan sempitnya badan jalan yang tak sanggup menampung mereka.
Hal ini tak ayal mengurangi kenyamanan para pengguna jalan. Mereka yang tadinya ingin cepat sampai dengan kendaraan yang ditumpanginya, malah sebaliknya.
Walhasil banyak pengguna lalulintas terlambat sampai di tujuan. Coba tebak.. berbahagiakah mereka?
Jika anda melihat wajah-wajah mereka yang terlambat, sudah pasti jauh dari kesan sumringah saat tiba di tujuan. Yang ada malah cemberut , bete, cemas dan semacamnya.
Tentu keadaan ini tidak boleh dilestarikan, bukan?
Nah, sebagai pecinta angkot sejati, saya belum punya solusi untuk mengurai benang kusut ini. saya hanya punya beberapa siasat pribadi dan sangat 'lokal' untuk mengembalikan kebahagiaan saya dipagi hari.
Mau ikutan ?
Pertama sekali, saya usahakan berangkat lebih awal,lebih pagi.
Jika saya berangkat bareng anak/ teman maka saya akan ngobrol. Jika tidak maka saya akan berusaha ajak ngobrol salah seorang penumpang (itu juga liat2 dulu orangnya).
Jika sendirian atau lagi nggak mood ngobrol saya baca buku (oya di tas saya selalu siapkan buku /novel/majalah).
Jika lagi kurang mood baca, saya nulis. Nah , entah mengapa, angkot seringkali menginspirasi banyak hal bagi saya.
Jika lagi merasa "spiritual", saya berdoa, atau berzikir.
Jika semua tidak saya lakukan, saya tidur..
Nah.. tak terasa kita sudah sampai di tujuan. Dan kebahagiaan saya tidak berkurang.
( So pasti kamu punya kiat lain yang bisa dishare disini. )
Terimakasih pak Supir angkot !!
Jazakumullah khairan katsiiraa.
I Love Monday
24-08-2015
Khalil Gibran,
 Are you With Me ?

Aku bergegas pulang. Pasti anak2ku menungguku. Tentengan kresek berisi sayur dan buah2an kujinjing di tangan kanan dengan hati yang ringan. Tak ada rasa berat walopun semangka bulet itu memiliki massa 3,2 kilogram mengingat anakku suka sekali buah semangka.
Tetesan darah ikan lele segar menetes-netes dari kantong kresek di tangan kiriku.
Terbayang pecel lele nanti malam yang akan di topping sambal pecak plus garnish kemangi dan pete bakar yang akan menyemarakkan "candle light dinner" kami yang romantis.
Ya. Hari ini anakku ulang tahun. I can't wait that moment. Remaja dia kini, suatu fase penting di kehidupannya yang layak kami rayakan.
Kami akan berebut sambal dan colek2 lalapan hijau sambil berdebat siapa yang wajib mencuci piring sebelum tidur malam ini.
Oya, tak lupa kubeli juga kacang tanah buat direbus. Kami akan mengemil kacang rebus sebagai appetizer sebelum main course terhidang. What a day it would be !!
Sampai di rumah, aku mengucap salam dengan ceria. Tak ada jawaban. Kuulangi salamku.
Anakku keluar dengan telpon genggam di tangannya. Oh rupanya ia tak mendengar suaraku tadi.
Ia menyalamiku tanpa mengalihkan matanya dari hp di tangan kirinya.
Lalu ia kembali ke kamar. Ia tak menutup pintu kamar sehingga aku bisa melihat ia kembali terlentang dengan hp di tangannya.
Hening.
Kuletakkan belanjaanku di lantai dapur. Lele - lele yang masih setengah bernyawa itu bergerak2 mengeluarkan suara kssskk plastik pembungkusnya.
Suaranya krsssknya mendesau2 mendominasi keheningan ruangan di rumahku.
Kupanggil anakku. Pertama2 tidak terdengar karena ia memakai headset. Aku menghampirinya. Mencolek kakinya.
"Ya ma? Oh ya ya.. nanti ya maa. sabar..ya maa.." Ia kembali ke handphonenya . Tengkurap ia sekarang.
Aku kembali ke dapur. Tak sepenuhnya faham dengan jawaban anakku tadi. Tak sepenuhnya faham dengan suara hatiku.
Apa Kahlil?
Anakmu bukanlah anakmu?
Ngadaweung
Di kampungku ada kebiasaan ngadaweung. Ngadaweung adalah duduk rileks di amben atau bale depan rumah/saung dengan posisi mendang.
Mendang hanya bisa dilakukan di amben karena tungkai si pendaweung menjuntai ke bawah, sambil sesekali ngadupak anjing atawa kotok nakal.
Ngadaweung biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin beristirahat setelah lelah bekerja dalam rutinitas harian, baik yang bekerja mencari nafkah atau kerjaan sukarela seperti ibu rumah tangga dan lainnya.
Ngadaweung juga dilakukan oleh mereka yang kerjaannya hanya ngadaweung. Kelompok ini bisa jadi berasal dari orang2 yang berjiwa seni . Mereka betah berlama2 duduk di amben untuk cari inspirasi dari orang-orang yang lewat.
Ada pula yang berasal dari kelompok pembual atau ahli rahul.
Pokoknya semua kalangan bisa mengikuti kegiatan ngadaweung ini. Ngadaweung bisa sebagai media sosial untuk manusia kampung berinteraksi.
Setiap ada orang lewat baik yang berjalan kaki atau naek ojeg akan bertanya begini:
"Keur naon teh/Ka?"
Lalu jawabannya pasti begini:
"Teu... keur ngadaweung bae yeula..."
Berapa kali orang yang ngadaweung akan menjawab dengan kalimat yang sama, tapi tetap saja ritual daweung mendaweung banyak penggemarnya.
Yang unik adalah: Ngadaweung hanya dilakukan oleh orang orang dewasa. Anak-anak biasanya tidak punya waktu untuk ngadaweung. Mereka terlalu sibuk bermain di dunianya sehingga tak bahkan tak terpikir untuk ngadaweung.
"Buat apa?" Kata mereka. "Buang-buang waktu aja !"
Saat ngadaweung terkadang datang satu dua orang tetangga ikut bergabung. Mulailah timbul percakapan ngalor ngidul. Mulai dari topik sederhana sampai yang serius atau dibuat serius.
Kegiatan ngadaweung bisa mendatangkan kebaikan bisa juga sebaliknya. Tergantung motifnya.
Kini aku jarang melihat orang ngadaweung di kampungku.
Kenapa ya? Apa karena udah jarang yang punya amben sehingga nggak bisa mendang...
Ngadaweung nggak asyik kalo di sofa empuk.. apalagi dilakukan di jero imah..
Teu ngaradig
"Teu ngaradig" adalah sebuah istilah untuk menyatakan sesuatu yang tidak pantas atau tidak tepat. Biasanya orang sunda (sekitar Pandegelang/Banten) mengatakan hal ini untuk mengungkap kan kekecewaan pada kinerja seseorang yang tidak beres, tidak rapi atau kacau.

"Teu ngaradig amat dia mah gawena"

Bisa juga diungkapkan untuk penampilan seseorang yang nggak fashionable. Nggak matching. Misalnya pake dudukuy ka nu hajat.
Cang Ucang angge angge
Mulung muncang saparangge
Digogog ku anjing jengke
Ari gog gog cangunguuuuung...
Itulah kidung kami, rymes kami yang nostalgik. Ia begitu puitis mengantarkan anak-anak kampung kami dari masa batita (bayi tiga s/d empat tahunan) menuju usia kanak-kanak.
Kidung itu tak lekang dari setiap pori kehidupan kami. Walaupun kini teknologi semakin maju dan menggila, tapi kenangan itu takkan hilang. Tak lekang kerna panas tak lapuk kerna hujan...
Embo-embo kampung sangat tahu bagaimana berkomunikasi dengan anak-anak. Tanpa tahu artinya, bahkan tak harus memikirkan hubungan antar kata di kawih itu, Cang Ucang adalah salah satu ikatan fisik dan mental yang membelit kencang tak kan rapuh. Sampai besar, sampai tua, sampai mati.
Sambil mendang di amben si embok meletakkan batitanya di kakinya. Lalu diayunnya berulang ulang secara ritmik tanpa hiraukan pegal betisnya, sambil bersenandung....
Cang ucang angge angge
Mulung Muncang saparangge
digogog ku anjing jengke
lumpatna ka kolong bale..
Ari gog gog cangunguuuung...
Dan si anakpun tertawa berderai...
(Embok.. Apakah kidung itu masih ada?...)
(Pada Kamis sore
Di kemacetan Pasar Jumat)
Nyeupah
"Nyeupah" atau nyirih adalah kebiasaan orang2 tua di kampung.
Bukan, bukan hanya di kampung kami, tapi juga di banyak daerah nusantara ini, bahkan juga di semenanjung Malaka.
Konon nyeupah bisa mengawetkan gigi. Bisa jadi hal itu benar karena sampai umur 70 gigi ibuku belum ada yang tanggal.
Aku belum tahu ada kandungan apa dalam seupah yang paketnya terdiri dari sirih, kapur, gambir dan pinang itu sehingga dapat mempengaruhi kesehatan gigi, yang jelas bagi sebagian orang, nyeupah hanyalah kegiatan mengunyah ramuan yang menghasilkan ludah merah.
Akan tetapi bagi sebagian yang lain nyeupah sangatlah penting. Salah satunya ya ibuku ini...
Aku suka memperhatikan ia meramu seupah.
"Jika kamu ingin nyeupah," katanya serius, "pilihlah sirih yang berkualitas baik. Daun sirih harus yang tua dan berwarna hijau kekuningan."
Lalu ia mengoleskan apu (kapur) ke lembaran daun sirih seperi chef yang sudah pro mengoleskan mentega pada rotinya, lalu ia menaburkan gambir seolah sang chef menabur parutan keju Mozarella. Lalu sebagai sentuhan terakhir, ia menambahkan irisan jebug (pinang) sebagai toppingnya.
"Jebug juga harus khusus. Tidak semua pohon jebug dapat menghasilkan buah pinang yang baik. " jelas ibuku bak seorang ahli sambil menggulung dan melipat isi daun sirih dengan hati2.
"Hati2, nanti giyung" kata ibuku sambil mulai mengunyah sirihnya.
Tahukah kamu giyung?
Giyung adalah istilah lain dari mabuk bersekala rendah dimana kepala pusing dan lalanjung. Mungkin jenis jebug tertentu mengandung racun yang berbahaya.
Ibuku terus mengunyah sampai setengah halus, lalu ....
Croooot !!!
Ibuku meludah kedalam paidon/tampolong.
Hanif Ibrahim Mumtaz
Huriyudin Huri
Married Or not?
By :Endoh
"Why doesn't somebody come to my life?" a single woman in her first 30's asked to herself. She had already been in such question since she stepped on her last 25's.
Having a good looking, good work and good social life, now she's still alone.
She was looking forward to meet somebody to rely on. She dreamed of a leader in her upcoming family, to share her feeling, dedication, and love.
She totally believed the God's Promise in Holy Book that everyone has his/her own way, but she still questioned when wiould the good time came.
In her first relationship with a so called smart and popular school boy in the Senior high school, she felt that she was the most lucky princess so that she assured herself that they would never been apart.
But when they passed the High school and continue their study in the different university , the boy lost like a smoke.
Then she tried some times to build her future , but she has to, once more, awaits in patient.
"Well .. I'll try again and again" , she said. "Never give up !!" She raised her head optimistic .
She dreamed of becoming a nice obidient wife and excellent mom for her new family.
In other side, a man in his first 37's, felt that it was too late to decide, or he would loose his chance to get married. He was in his doubt in a path.
He, the workaholic person who never feels settled, was too ashamed to propose a fiancee. The big family of him was almost gave up to ask about this, for they never got the satisfying answer from him. However, he honestly wished to build one.
Deep in his heart he dreamed of becoming a good husband and a lovely dad for his cheerful children.
If someday they meet to each other, they could be a friend then a couple. But before they dicide to go further, they would meet something unexpected.
Some relatives, who previously got married told them that they were not happy with their marriage . They were complaining about this and that.
They said that their family life is not as good as they expected.
So...
What next ?
Could you help them ??
Imung Hikmah
Diah Juniarti ( Please check my English.
@Didin Hartojo
Ali Nurdin
Imas Choirun Nisa Fujiati
When I got a problem with my teeth and then released I felt happy. When I was starving because lots of work then I eat and take a rest, I felt happy.
When I was underpressure in a traffic then I got the office on time I felt happy.
When my children could solve their problems in their teenager I was happy. When I have problem financially then a friend lent me some, I was happy. When I ashamed of disability to return my soft loan, then I could make it, I was happy. When I wished to go somewhere and I did it , I was happy.
When you re in a deadline, then your report has been submitted you were happy.
When I learned something new then I got a lesson I was happy.
So what is a happiness?
It is not a single quote. Somebody can't say "My life is unhappy" when only he /she had similar routine problems and could easily make it.
The happiness may be different one onother. But overall, happiness can be seen, can be felt, and can touch every one in our life.
It comes and goes by.. and comes again as if we trust it would appear .
"Fainna maal usri yosroo..." (Al-Insyirooh 5)
Happiness comes from our heart. No matter somebody wealthy or poor. Neither she is fat or thin, beautiful or " plain " , every body can be happy.
In this world, happiness is relative and very personal.
Very "private" and unique.
Insha Allah, later if He lets us go to the Heaven, we'll get the Long Lasting Happiness. Abadan Abadaaa..
Lain syakartum laaziidannakum
Angkot D01 Monday Morning
Imung Hikmah
Elly Nurlia
Fitri Hilmiyati
Fifi Maghfiroh
Aini Ahdawam Adam
Selasa Pagi
Seorang gadis duduk miring di angkot arah Kebayoran Lama. Aku dan anakku naik sehingga ia harus bergeser.

Gadis itu bergeser tapi sedikit sekali dan masih duduk miring sehingga anakku hanya mendapat sedikit space .
Kamu tahu kan kalau di angkot itu ada Rumus 4-6? (Yang tidak tahu ntar naik angkot yaaa smile emoticon )

Seharusnya bangku itu pas untuk 10 orang. Bahkan ada extra seat 2 untuk penumpang emergency. Tapi gadis itu sepertinya lagi bad mood sehingga anakku cuma nemple. Nemple itu bahasa sunda yang artinya duduk separuh bujur. Maap.. smile emoticon

"Geser dikit ya mbak.." kataku diiringi senyum.
Aku memperhatikannya selama perjalanan Ciputat-Pasar Jumat sekitar setengah jam-an itu. Ia terlihat gelisah dibalik kerudung pink yang cantik.
Ia seharusnya ia lebih ceria di pagi yang cerah ini.
Kadang ia mengetuk2kan ujung sepatunya sehingga terdengar irama ritmik meningkahi senandung pak Sopir menyanyikan lagu "Buteeeet"
Kadang ia menyorongkan leher mengarahkan pandangannya ke depan angkot seperti mencari sesuatu.

Pas di depan sekolah Polisi Pasar Jumat ia meminta turun. "Stop pinggir pak!" katanya cepat.
Sopir berlogat Seberang itu menjawab.
"Nantilah mbak... di halte depan."
"Lihat tuh polisi berjejer.. kita nggak boleh turun sembarangan..." kata pak sopir panjang lebar dengan gaya yang santai.

Di depan angkot kami ada bis menuju Bekasi yang berjalan lambat. Rupanya itu yang sejak tadi dicari2 si gadis cantik . Mungkin ia mau melanjutkan perjalanan kesana dengan bis itu.
Saat tiba di halte, angkot kami berhenti dan si gadis buru-buru turun. Lalu ia menyorongkan ongkos pada pak Sopir .

Saat ia menunggu kembalian dari sopir, bis Bekasi didepan kami berangkat dengan laju yang kencang. Ia menggerutu.
"Aah.. abang lama banget sih kembaliannya.. , aku jadi ga dapet bis deh !" katanya sewot. Ia kesal karena bis yang akan dia naiki sudah jauh. Ia harus menunggu bis luar kota itu berikutnya.
Saya pikir si sopir akan menjawab dengan sewot pula. Ternyata ia bilang:

"Makanya neeeng.... bangun lebih pagiiii !!! " katanya tertawa lebar membuat kami senyam senyum.ï
Jamhari update status di Check in Facebook.
" Jamhari is in International Airport"
"Beuh .. " kata si Ripan kagum. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Jam. Terakhir ketemu setahun lalu waktu lulus SMP Kadu Geblugan III.
Kini rupanya ia sudah sukses. Terlihat dari statusnya yang sering bepergian ke luar negeri. Buktinya hampir setiap hari Jamhari update status seperti itu.
"Hebat amat maneh Jam?!" komen Ripan tak menyembunyikan rasa kagumnya karena mengetahui teman lamanya sukses.
"Emangnya mau kemana Jam? Sering banget kamu ke Bandara?" Ripan penasaran.
" Ah.. enggak.. biasa aja.." reply Jamhari merendah. Tapi jawaban itu tidak memuaskan Ripan.
Dia bertanya lagi.
"Bisnis apa kamu sekarang Jam?" berondong Ripan.
"Ajak urang atuh" pinta Ripan yang belum lama ini resign dari pekerjaannya di Hotel Internasional sebagai Room Boy
"Bukan bisnis Pan. Urangmah gawe biasa. Karyawan!" jawab Jamhari teteup Low Profile.
"Wah.. karyawan apa atuh yang bisa hebat seperti kamu? " kata Siripan dengan emoticon senyum smile emoticon
"Karyawan Bandara... Urang jadi OB di dieu.." jawab Jamhari kalem.
Geredug
"Woi.. geraeun?!" Si Titi, Si Mumun jeung si Uweng babaturan kami ngageroan.
Kami keur dangdan. Maksudna nyisiran jeung sawedak pipa nomor tilu. Hehehe.
Poe ieu kami rek leumpang suku ka Geredug.
"Kee.. Tungguaaaan..." ceuk kami. Ti buri lawang katingali
di jalan geus rame jelema untuy2an arek ka Geredug.
Geredug eta nyaeta hiji lembur nu jauhna 2,5 kilo ti kampung kami di Legon. Lamun ti Sodong mah 5 kiloeun.
Kami leumpang iring iringan teu boga kacape. Bari cacahan alewoh sapanjang jalan teu karasa kami sampe ka Geredug.
Ngaliwatan Kubang Lampung, Kubang Huni , jeung Curug Tilu , Geredug bisa dilampahan paling paling satengah jam ti Legon.
Di geredug aya lapangan bal anu lega. Diliung ku tatangkalan karet, lapangan Geredug karasa iyuh. Jelema tos karumpul arek nongton bal. Aya nu make baju beureum, koneng , hejo jeung sajabana.
Cawene jeung parejakah nyieun kalompok2 sorangan deuket tukang cingcaw jeung es kepit.
Mantas lebaran poe kadua ieu paling rame jalema nu resep kana bal. Bari dula deuleu sugan aya nu herang mencrang.
Geredug baheula pusat karamean paranti kami olah raga maraton jeung laes. Puguh bal mah jaba eta parantina.
Duka kumaha eta Geredug kiwari. Masih rame keneh atawa tos sepi.
Being A Mom

(The greatest Love Of All)

(Reflection #4)

I have started my day when the sun was still asleep at the dawn.
In a very short time, I had to prepare everything for me and my daughters before they leave home for school.

With only two hands I belong, I stepped here and there in rush to do several domestic jobs in the same time ; cooking, bathing, packing, and , this is the hardest, awakening my kids, for Shalat and for schooling.

My left hand handled a fan filled by hot oil to fry sausage or tofu, while my right one stirred 3 glasses of hot tea.
At the same time my mouth yelled to awaken my kids in a loud shout, many times.
Actually I had touched them by their arms or legs to make a "soft call" . But it didn't work.

"Kakak... wake up !!"
"Adik... wake up!!!"
"Kakaaak, wake upp !!!"

I kept calling them again and again until subuh Praying Time came. The sacred time made me more calm for a while..

smile emoticon
When I was done praying and cleaning up, I continued cooking . And continued calling them; My beloved princesses.
But my loudcall sounds like a "Nina Bobo" Song for them, for there was no respond at all.
In the weekdays, I hardly heard the sound of birds that always tweeted in serene morning around our home that surrounded by trees and bushes.

I was to busy to catch their tweet.
After dressing for work simply, I sometimes noticed that my girls were still snoring in a deep sleep.
Once again I called them louder and slowly they moved as they will never go anywhere.
(You know what? They must be at school at a half to seven, and it takes an hour to go !)
"Where 's my milk, mom?" the younger asked me in a half closed eyes.

"No time honey.." I replied by the time I put the food ; some on the dining table and the rest in the lunch boxes for their brunch.

"Today you have to make it by yourself !" I said.
"Huh, mom.. I'd rather go back to my bed.. and no schooling!" she threatened me, walked back to the bed room.
(Here sometimes I felt upset.)

And the birds flew as the sun raised higher.
Once again I had to persuade my younger to be "nice and obidient " girl. For that I needed much more time and so we were all late.
Huffff...

(I 've got to take a deep breath.....)
I am only one of thousand moms alike.
As a mom , We have to be stronger phisically , emotionally and mentally, better than any other creatures in this planet !

Agree?
It is known that every single need of them is our bussines, especially in their "growing up " time. But not on the contrary.
We know what, we feel how, and we understand why we dedicate almost all of our time and energy for their life.

Look !
They would eat if we cooked. They would go if we asked to.
When they 're hurt we have to be in their side.
When they re weak, be ready to hug.
When they talk , be ready to listen.
When they do good deeds, get ready to compliment.
and..

When you need help, get ready of their rejection !!
That's the moms are for...
But,

Can we be that great person?

Since the world was created, it was natural that the parents (read:mom) has had that "Never Ending Job Desc".
A wise man says that 24 hours is not enough for a mom to take care of her children.
Do I mind?

Of course not !
Because I will have a full charged - battery again to be always on ..
The charger is " love "
It is a "power"
It is the Power of Love that Allah had provided for us as the "stocks" when our battery is low.
On the other hand, do not forget that they would grow step by step in whole; phisically, emotionally, and mentally, as well as their spiritually.

We just have to love them and give them chance to grow and to be themselves.
It will help them to be independent. And by the time comes, they will change to be adult and mature, as we used to be.

So let's just keep up our good work and never stops.
(Dedicated to my beloved Ones)

Hanif Ibrahim Mumtaz
@Nadezhda Mariam Mumtaz
@Lailaurieta Salsabila Mumtaz
Pristine Habil Mumtaz
Like   Comment  
Seorang mahasiswa berkirim pesan singkat pada adiknya yang masih SMA
Kakak : Dik.. kakak barusan habis donor darah
Adik : Wah kakak keren..
Kakak : Ayolah dik.. biasakan donor darah. Selain kita dapat pahala.. juga dapat Pop Mie...
Adik : Ha ? Hahaha....
IPAH

(Sebuah Renungan)

Selain air putih hangat , Ipah berangkat ke sekolah nyaris tanpa sarapan .
Karena persediaan makanan terbatas, Mak bilang, bekal nasi hanya untuk makan siang saja.
Jam pertama pelajaran Agama. Jam ke dua Geografi.

Pelajaran Agama dilalui dengan pesan2 spiritual uantuk selalu berbuat baik dan bersyukur.
Lalu pelajaran ke dua, Geografi

"Anak-anak.. " ibu guru Geonya memulai,
" Lihat betapa kaya negara kita.
Sumber karbohidrat kita saaaangat melimpah. " kata bu guru berapi-api.
Perut Ipah bernyanyi dengan merdunya merespon keterangan gurunya itu.
Lalu bu guru memperlihatkan gambar aneka makanan pokok; nasi, jagung, gandum, kentang, singkong, dan ubi.

Slide Show dari Power Point ibu guru itu sangat colorful dan menarik.
Sayang Ipah tak bisa menikmatinya.

"Laut Indonesia juga memiliki ribuan jenis ikan yang bisa dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia, " lanjut bu guru teu cieum-cieum.

"Bukan hanya untuk makanan lezat penuh protein, tapi juga untuk memperkuat perekonomian kita". jelas bu guru semangat empat lima.
Ipah ingat penghuni kotak bekal di tasnya. Nasi nyaris tanpa lauk.
Ia memegang perutnya yang lapar. Ia membayangkan gurihnya ikan goreng hasil laut nusantara yang disuguhkan gurunyaitu.

Ikan2 itu menari2 mendekatinya, mengepul hangat di piring lengkap dengan sambal dan lalab rumbah.

"Ipah.. ayo konsentrasi kalau belajar!" tegur gurunya.
Ipah tersentak.
"Jarang makan ikan yaa? jadi cepat ngantuk!" kata bu guru lagi entah bertanya entah mengejek, menusuk ulu hatinya.

"Lihat semuanya.. ibu akan tampilkan di slide ini.. sumber alam kita juga diperkaya varietas buah2 tropis yang disukai warga dunia...Jeruk Medan.. salak Bali.. duku Palembang.. Melon Ngawi.. Semangka Mauk... "

Air liur ipah menetes. Tes...
Ipah tak tahan melihat gambar-gambar sarupaning bubuahan itu. Ia lupa sudah berapa lama ia tak makan buah.

"Anak2... Janganlah malas makan buah. Buah baik untuk kesehatan dan kecantikan.." pungkas bu guru.
Ipah tak mau memikirkan apakah pembahasan gurunya masih nyambung atau tidak dengan Geografi.
Sesungguhnya, Ipah juga tidak terlalu percaya pada gurunya itu.
Seperti biasa, ia hanya merasa itu hanyalah teori yang harus dihafalkan untuk bahan Ulangan.
Saat istirahat tiba, bergegas ia membuka bekalnya; nasi putih dengan tempe dan tahu goreng plus sambel goang.

Ditemani lagu "Kolam Susu" Koes Plus dari speaker kelas yang biasa dipasang saat istirahat, Ipah makan dengan lahap.
Saat ia makan hampir setengahnya, temannya mendekat dan memperhatikan sisa makanan itu.
"Apa bekalmu? " Tanya temannya.

"Oh.. hanya nasi dan tempe." kata Ipah malu. Ia kuatir teman itu meledeknya.
"Tadi sih ada tahu.. tapi sudah kuhabiskan.." kata Ipah asal bicara sambil menutup kotak nasinya.
"Oh... Kenapa kau tutup?" tanya temannya.

"Mm.. buat nanti sebelum pulang. Eh.. kenapa emang?" tanya Ipah menangkap sesuatu.
Lalu Ipah bertanya.."Kamu mau?"
Temannya mengangguk. Ia bilang ia malah tidak punya bekal apa2 untuk dimakan.
Lalu ia memakan sisa bekal Ipah dengan lahap. Hap !!
Sayup-sayup terdengar suara Koes Plus tadi...

Bukan Lautan
Hanya Kolam susu
Kail dan Jala cukup menghidupimu
Tiada Badai Tiada Topan
Kau Temui
Ikan dan Udang menghampiri dirimu

Orang Bilang Tanah kita
Tanah Surga
Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman
Ipah dan temannya tersenyum.

(Tuesday Night Fever)