Minggu, 20 September 2015

Wanita itu....
Setelah bangun paling awal, ia membangunkan anak dan suami Yang kadang memerlukan ekstra tenaga dan ekstra sabar
Lalu ia menyiapkan sarapan, berangkat kerja (atau mulai bekerja secara domestik bagi ibu rumah tangga)
Setelah itu,
Ia menyiapkan diri
mendengarkan keluhan-keluhan anak2 dan suami...
lalu melayani mereka lagi sepanjang hari
sepanjang tahun
sepanjang hidup.
Dengan segenap hati...
Mereka juga siap
untuk diwada
dan dicarekanan.
Setelah itu dengan polosnya mereka akan meminta maaf untuk kesalahan
yang tidak mereka lakukan
Semoga Tuhan memberi kami,para wanita,
syurga yang indah tanpa hisab
Wahai wanita
Mari kita bangkit dari kesewenangan
Tuk mendapatkan pujian tulus
Tuk mendapatkan penghargaan sejati
Tuk mendapat keadilan
Di jalan Ilahi..
(Selamat hari Kebangkitan)
Kepuh


Saya masih mencium harumnya bau cengkih Kepuh yang semerbak, ngampar di SEMUA halaman rumah orang2, sebelum pak Harto menebas seluruh cengkih kepuh Janaka dan cengkih di Indonesia hanya karena sayang Tomi dengan monopoli dan cengkeraman KPPC-nya

Saya masih ingat drama di Sekolah MA yg diperankan oleh Baidhowi kasep sebelum kematiannya..

Saya tidak akan lupa Hj Samsu Haji Malik yang kaya raya

Keramahan Ibu Haji Samah dan Ibu Hindun yang bersahaja...


cai tampian kepuh yang jauuuuuuuh di lebak saya turuni.

Pulangnya bawa seeng herang lewati undakan tanah menanjak saya daki

Hanya ada pengecualian di musim hujan dimana bak-bak penampungan penuh
menggembirakan orang2 kepuh
Dulu
Kekayaan dan kebersahajaan terpadu

Sebelum ada teknologi canggih
Silaturahmi kami-Majau-Janaka- Kepuh.. malah terjalin sangat baik


 Entah perubahan membaik atau sebaliknya
Saat kopi,cengkeh, tangkil tiba-tiba menjadi sangat murah

Kami orang kampung
hanya mengusap dada
Saat hasil bumi kami hanya dihargai setengah dari biasanya
atau kurang dari itu bahkan..

Cengkih kopi Tangkil kalapa
Mulanya indah berkilauan
Tiba -tiba jadi hampa tanpa makna

Dalam ketidak mengertian yang naif
Mahasiswa pulang kampung pegang cangkul atau ngojeg kerana emab nggak lagi kirim wesel

Petani tak lagi bersemangat menanam
Kopicengkehtangkilkalapa dituar
Dijual batangnya tak seberapaharga

Majau Janaka Kepuh kerontang
Air sungai nyerekcek perlahan saat
Senyum manis gadis jejaka kampung lenyap

Berduyun lelaki-lelaki muda potensial
Memenuhi pabrik ban dan sendal
Terpenjara-terkurung upah alakadarnya...

Kuantar kau, ke seberang, nak.
Berat rasaku
Saat kulepaskan genggam tanganmu
Tunduk wajahku
Tak sanggup maemandangmu
Hanya...
Kudoakan sepenuh hati
Kumemikirkanmu
setiap detik dalam nafasku
Kini
Kau tlah dapat kokoh jejakkan kaki
bahkan kau dapat melompat dan berlari
Kau merdeka , nak..
Lalui jalanmu..
Tapi
kukan tetap menatapmu
dari kejauhan...
Jika kau tersandung atau jatuh
Atau tersesat atau lapar..
Atau temanmu meninggalkanmu
Boleh kau menangis
Namun cepatlah bangkit
Berjalanlah dengan tegak..
Yakinlah
Allah kan selalu bersamamu..
Mathlaul Anwar
(1)
Madrasah tempat kami menuntut ilmu adalah Mathlaul Anwar. Sebuah lembaga da'wah yang kental dengan nilai- nilai spuritualitasnya.
Bagiku, MA bukan hanya tempat datang pagi-pagi, belajar, lalu pulang lagi di siang hari. Tapi ia lebih dari itu. Ia adalah nama yang sudah kudengar jauh sebelum aku lahir. Ia darahku..ia dagingku..
Bertempat di tonggoh sebelah kuburan di Kampungku, kulihat sekolahku itu begitu gagah..begitu berwibawa.
Untuk mencapainya, aku si gadis kecil yang baru menginjak 6 tahun saat itu harus terengah menaiki tangga ..tepatnya undakan tanah yang bercabang dua, satu menuju sekolahku, lainnya menuju pekuburan.
Mathlaul Anwar, melalui jalan setapak berundak tanah itu bermakna sangat filosofis bagiku, ia seperti sebuah persimpangan. .sebuah pilihan.. Mau Sekolah di MA, Atau mati saja di kuburan smile emoticon
Seperti sebuah anekdot. Tapi begitulah adanya. Aku merasa mendapat kan pilihan yang tepat ketika orang tuaku mendaftrkanku ke Madarasah Mathlaul Anwar.
Hari pertama aku mendapatkan pelajaran Fiqih. Tentang Kebersihan. Thoharoh
Ari najis eta aya tilu.. Mugholladzoh..mutawassitoh jeung mukhoffafah... Kata Pa Pudol.
Lamun urang diletak anjing kudu dikumbah ku taneuh tilu kali jeung cai baresih opat kali. Tambahnya.
Wah.. Aku kagum pada ajaran Islam sangat detil termasuk dalam menghadapi anjing. Aku kagum pada pa Pudol. Guru Mathlaul Anwar.
Keesokan harinya aku mendapatkan pelajaran Aqidah Akhlaq. Lalu sejarah Islam..Lalu Tauhid. Semuanya mengajarkan tentang kebaikan. Kesucian. Kejujuran. KeTuhanan..
Kini 40 tahun sejak saat itu ..
Aku mendengar kabar bahwa ada guru Mathlaul Anwar menjual ijazah..
Tadi pagi aku mendengar kabar bahwa Pegawai Mathlaul Anwar menjual foto dirinya..
Semoga ini kabar burung.
Pergilah wahai burung
Janganlah kau bawa kabar bohong itu lagi..
Pergilah...
(Buat Anak-anakku
Di Asrama HMB)
Dulu..
Lugu Kau datang kesini
Ditanganmu kau genggam
buku kecil,
kitab suci..
Kau lantunkan ayat kursi
Sebelum sarung kumal menyelimuti
rengkol kurusmu dalam mimpi
Suka duka
Dilalui bersama
Lapar ,
dahaga bersama
Makan sepiring bersama
Air seorang seteguk
Udara seorang sehisap
Sedih dibagi-bagi
Dalam sendat tak berbunyi
Tawa berderai-derai
Saat tak bisa lagi berbagi keluh
Di asrama nan apak tercinta ini
Banyak hal kau rasakan
Banyak "ilmu" kau dapatkan
Jangan puas nak !
Kerana
Kamu barulah memulai
Hidup sesudah wisuda nanti
Bahkan akan terasa lebih berat lagi
Maka mulailah
Hari barumu dengan bismillah kembali
Kitab suci kecilmu
yang terabaikan itu
Ambillah lagi...
Karena dialah yang dulu
Membawamu kesini...
Brus...
Ibuku membuang sampah
Kulit buah
bungkus tempe
kemasan makanan ringan

Dan sebungkus roti
hampir utuh
Mengapa dibuang bu?
Tanyaku
Oh udah ekspayer nak..
Kumengintip di pagar
Seorang pemulung
dan anak seumurku
Mengais tempat sampah kami
Tap..
Diambilnya roti expired itu
Mengapa diambil pak? Tanya anak seumuranku
Oh.. ini masih bisa dimakan.
Baru kemaren ekspayernya nak..
Hap hap ..
Lahap mereka memakan roti kedaluarsa kami
Bergegas ku ke kamar ibu
Bu..
Mengapa ibu tak berikan
pada mereka
sebelum kedaluarsa?
Tanyaku pada ibu yang sedang memakai maskara
Ibu berkata:
Ibu tidak tahu nak
Bahwa ada orang lain yang memerlukannya.
(Oh ternyata ibuku tak peka)
Saat remaja.
(Majau 20 tahun lalu).
Seorang teman lelaki mengatakan akan datang ke rumah ibuku. Sebagai teman kami terbiasa saling berkunjung, ngopi- ngopi atau babacakan di bawah curug atau pinggir sungai.
Aku merapikan rumah kami yang sederhana, menyapu lantai dan mengelap meja kayu kami yang agak miring.
Kebetulan di halaman rumah kami ada melati sedang berbunga. Jarang2 ia berbunga di musim ini. Kupetik beberapa kuntum berikut tangkainya, dan kuletakkan di gelas belimbing yang sudah diisi air diatas meja miring. Lumayan .
Ia mewarnai ruang tamu kami dan dan mengalirkan aroma harum.
Saat aku ke dapur untuk menyiapkan makanan ringan, keponakan kecilku masuk dan dengan gembiranya memetik semua bunga putih harum itu, dan memamerkannya padaku.
"Bibi... aku punya mahkotaaaa..!" Katanya seraya merentangkan tangannya ingin memelukku. Aku terperanjat.
Rambutnya yang ikal sudah dihiasi bunga2 melati membentuk sebuah bandana.
Keceriaannya terhenti oleh sebuah cubitan yang mendarat di betisnya. Ia kaget dan air matanya berlinang. Aku kaget jg oleh responku yang spontan itu. Ia berdiri mematung.
Tak lama kemudian datanglah kawanku tadi berdua temannya. Aku beranjak ke depan diikuti keponakanku yang masih menangis tadi.
"Kenapa adik kecil menangis?" Kata temanku. Keponakanku mengedarkan pandangannya ke arah vas gelas belimbing. Aku juga ikut memandangnya.
Setangkai melati dan dedaunannya yang membisu. Air di gelas itu masih bening. Tak bergeming.
"Ooooh.. " dia lalu mengerti.
"Kamu memetik bunga2 itu?" Kata lelaki itu menunjuk meja. Keponakanku diam menunduk.
"Dan bibimu memarahimu?" Si gadis kecil mengangguk.
Lalu ia meraih gadis kecil itu. Dalam dekapannya ia mulai tenang. Lelaki itu berkata.
"Ssst sudah.. diamlah. Ternyata bibimu lebih sayang bunga melatinya daripada keponakannya."
(Dan akupun nyengir kuda)..