Sabtu, 14 Desember 2013

COOKING   TIME  AT  BAKSO  ATOM

“Hurray… It is cooking Time !!!”    cried the students of 2a and 2 b  as they set to go to  Bakso Sehat  Bakso Atom, Ciputat on Wednesday, September 27  th,  2013.

Cooking is one of the fun activities  that held by   Harapan Ibu Islamic Elementary  School ,  beside  many other ones such as fieldtrips, guest teachers, science experiments, and many more.

Through this event, they could explore their ability in doing something useful.  

They listened to  the chef  when the chef  was  explaining  about the secret recipes  and the process of cooking meatballs. They also experienced  how to be cooperative with friends when they were  in a team work  to make a good food.

They also learned  to be familiar with the names and tastes of spices like ginger, pepper, garlic, and other  food flavors.  They saw carefully, find out,  and felt the taste of them  as well. Cooking delicious food  as meatballs needs  the proper  spices and flavor, the chef said. So they have to  know how to make it.

At Bakso  Atom home industry, they learned  how to make healthy meatballs that made of fresh Balinese beef. 

Ibu Rini, the spokeswoman of Bakso  Atom told them  that her company choose  only the qualified meat  and other materials to get the best blend  and taste  of their products.

Bakso Atom is very creative. It  produces  the meatballs in various shapes and  tastes. The cheese meatball is round, the regular one is cylinder, and the tofu meatball is triangular.  It amazed everyone who came there  and tried  to enjoy one or more delicious choices .

Served hot with delicious spicy soup, they  could  mix the meatballs with noodles  and fried onion .  To complete the “feel” of this Chinese traditional  food,  please add   chili sauces or soybean ketchup.
                                        
hot... and Yummy  !!!!


                                

                              (Endoh)



  


Taman Mini Indonesia Indah, the unforgettable Journey.

Taman Mini Indonesia, It’s the Pride of my country
Taman Mini Indonesia, the symbol of unity in diversity
Taman Mini Indonesia, shows us    

The united Indonesian archipelago
Tolerance, Fair, and wealth can be seen there…

The rhyme above told us that Taman Mini Indonesia Indah is recommended to visit.  Once we come there, we will realize that as Indonesian citizen we have to be happy and proud of our country.

Much grateful are dedicated to Allah that gave us thousands of island, huge natural resources and beauty of cultures . In TMII, we can see people with different backgrounds and traditions. Plants and animals that are originally from Indonesia were also shown in the place. 

Besides, We can see traditional houses, traditional dances, art performances and unique handy crafts. TMII  welcomes  the visitors, especially students from schools and universities  to make it as a center of study or researches.   Built by the First Lady of Indonesia, Ibu Tien Soeharto in …,  TMII  has been visited by millions visitor from all over the world. As the citizens of Indonesia, Why not we come there? J

So… 
                                    
On a bright sunny day in the end October 2013, We, the students of 2a and 2b Harapan Ibu Islamic  Elementary School come to visit TMII that is close from our school .  

The first activity is travelling through islands by bus.  The bus goes slowly to give us time to  look at the amazing traditional houses ; Rumah Gadang from West Sumatera, Rumah Honai From Papua, Rumah Joglo from Jakarta, and so on. We also find the places where people worship the God; Mosques, Churches, and Temples. 

After that, we visit PP IPTEK .It is a center of Science and Technology, a place where we can try electrical equipment safely and do science experiments easily. We also  learn about the variety of colors and sounds, light, and heat.  

It takes about one hour visit  in  PP-IPTEK . Then, we go on our trip to Keong Mas. Here we watch the film about The Beauty Of Indonesia. Again, from this movie we can feel that Indonesia has a lot of things to be proud of. 

Both the film entertains us and gives us lesson that we have to keep our nation very well. The country that Allah and our  ancients had given us the treasure that have to be found and kept.
The time goes so fast. After we have lunch and shop, we set to go to museum Bait Alqur-aan. We pray  Zuhur in the  mushalla of Bait Alqur-aan, and then  do travelling through the museum. In this place we get to know that Alqur-aan has been written in the different styles  of calligraphy , and different sizes, too. Here we were impressed by the biggest size of Alqur-aan that we haven’t ever seen before.

When we are staring at the variety of Alqur-aan and adore about them, we realize that  the time is up  and we have to go back to school.  I can’t move my steps and still wanna be there. But our teacher call us out loud : 

“Guys . . . .  get in to the bus, let’s go back !!!”
Bye TMII, I promise to be back here again . . . 


By: Ms Endoh and grade 2 students




Selasa, 12 November 2013

pesan Mama

Warisan



Hai anak-anakku
aku punya sepetak sawah dan sebidang kebun
aku punya sebuah rumah dan lemari jati
aku punya rekening tabungan dan polis asuransi
aku punya kasur, bantal, kipas angin dan piring gelas


aku juga punya sedikit ilmu
aku punya keinginan
aku punya harapan
aku punya impian


Oh..
Aku juga punya utang
Utang uang
utang janji
utang cita-cita dan impian


aku ingin mewariskan semua itu pada kalian



Sebelum sawah dan kebun  kering
atau terbengkalai bahkan habis oleh pembangunan..
tanamilah dan peliharalah...


itu adalah modal
hasilkan bekal dan oksigen
makanlah dan berbagilah


Rumah kita
adalah tempat berlindung dari panas dan ketakutan
Bersihkan dan peliharalah sebelum ia roboh


jika kalian dewasa nanti, ajaklah anak yatim tinggal disini


Anak-anakku
Ilmu yang sedikit kumiliki
tambahilah sebanyak-banyaknya
ilmu yang banyak tak akan memberatkan






Kebaikan yang secuil kulakukan
perbanyaklah
Niscaya banyak orang yang memetik manfaat darimu


Harta yang tak seberapa
ilmu yang alakadarnya
Kebaikan dan impian yang belum terlaksana
ingin kuwariskan kepadamu


Jadilah pejuang-penjuang Islam
Kibarkanlah bendera kebaikan
Tebarkanlah perdamaian dan manfaat
bagi sesama

Selamat berjuang anak-anakku...






Menuruni kereta, Merdeka !!!




Lagi-lagi cerita dalam kereta Sudimara-Kebayoran. Saat aku mau naik kereta langsam jurusan Tanah Abang, aku berbarengan naik dengan ibu Nana. 
     
     O ya sedikit aku mau bercerita tentang ibu yang satu ini. Dia kenalanku sesama “kereta lovers”. Dia seorang guru di SD Negeri Kebayoran lama. Jadi aku sering banget bareng sama dia. Entah karena kita sama-sama guru, atau memang sering ketemu, maka pertemanan kami lumayan baik. 

Tapi berbeda denganku, bu Nana adalah seorang ibu yang sangat memperhatikan penampilan ; Di usianya yang menjelang setengah abad, wajahnya cerah terawat, kuku- kuku kaki dan tangannya bagus, bercuteks dan panjang (konon ia meni pedi sebulan sekali). Sepatunya kulit mengkilap dan selalu matching dengan pakaian seragam mengajarnya setiap hari. 

Ia memiliki dua putera. Satu bekerja di Amerika, yang ke dua di Jakarta, seorang pengusaha. Jadilah ia tinggal berdua saja dengan suaminya.

        Berperawakan mungil dan ramping, ia juga ramah dan sopan. Nah, hari itu kami naik berbarengan. Seperti biasa penumpang kereta padat sampai di pintu dan pembatas gerbong. Kami berusaha naik dan berhasil.

Di depan kami persis ada seorang ibu yang tingginya setinggi ibu Nana. Ia tampak sedang memakan sesuatu, mungkin makan sirih. Dia menenteng  keranjang  bawaan di tangan kirinya. Ia juga pejuang kemerdekaan seperti kami.  

 “ “Eh ibu…”  kataku pada ibu Nana. “Kok naik kereta ini? Biasanya komuter lain (commuter line, red.) ?” aku memulai percakapan sambil  memperhatikan  kerudungnya yang bagus. Sayang sekali jika kerudungnya itu  kesenggol  pedagang pisang atau pemasok bebek, hehe…

“Iya nih,” katanya terengah-engah. “Komuter yang  duluan udah lewat. Kesiangan tadi, takut telat nih...”

Kami berdiri bersisian, menghadap ke gerbong depan yang penuh sesak oleh para penumpang. Selain ibu yang sedang makan tadi, beragam penumpang lain yang kira-kira terdiri dari para pekerja buruh, pedagang asongan,  anak-anak sekolah, guru-guru seperti kami, dan juga ibu-ibu penggendong anak yang berprofesi sebagai penumpang  dadakan jalur “Three In One”
 
“Eh bu Endoh.. kemana ya Bu Eli? Aku sudah lama nggak ketemu dia?, “ Tanya bu Nana. Bu Eli adalah seorang teman seperjalanan kami ynag mengajar di SMA swasta di Pondok Indah.
”Oh? Iya juga yaa.., saya juga sudah lama, mungkin dia naik angkot sekarang ke sekolahnya.” Jawabku sekenanya. “Kenapa? Bu Nana kangen yaa?” candaku.
 
“Bukan begitu.. dia kan pinjem selendangku, katanya buat kondangan… udah lamaaa banget nggak dikembalikan!” kata ibu Nana bernada keluhan. Dahinya berkerut dan alisnya melengkung.

“O ya?” kataku, semoga terdengar lumayan menghibur. “Mungkin dia lupa atau susah mencari ibu Nana..” kataku. “Maklum kereta api kan banyak dan beda-beda jamnya”. Bu Nana mengangguk.

Saat kami asyik  bercakap-cakap, ibu pemakan sirih tadi tiba-tiba mendengus, menghamburkan aroma tertentu pada muka si ibu Nana yang cantik. Serta merta ibu Nana memalingkan muka . Si ibu didepannya terlihat tersinggung dan meradang. 

      ” Heh.. emang napas saya bau, apa?” si ibu penyirih melotot. Ibu Nana kaget. “Sial.. bukannya minta maaf…..”, mungkin itu yang dipikir bu Nana. Maka dia mennjawab,

“Emang kenapa kalo saya memalingkan muka?” kata bu Nana tak kalah sewot. “Emang situ bau!” katanya berani. Sepertinya adu mulut cukup berimbang. Mereka berdua kemudian diam. Kereta berjalan cepat berderak-derak. Penumpang lain menahan komentar di hati masing-masing.
     Di stasiun berikutnya (pondok Ranji), ratusan penumpang (eh lebay, ya…) naik lagi ke gerbong kami. Ibu Nana dan aku juga tentunya makin terdesak. Si ibu penyirih didepannya makin mendekat dan menempel pada bu Nana. Ibu Nana menjerit.

     “Aw!”  teriak bu Nana mendorong tangan ibu penyirih yang menenteng keranjang plastic itu.
                “Kenapa sih ibu ini? Sok banget? Emang keretanya padet!” ibu penyirih memulai pertarungan lagi. 

       “T*t*k saya.. sakkkit!” kata bu Nana keras sekali. Dia berusaha melindungi dadanya dengan tangannya. Tidak bisa. Didalam kepadatan kereta seperti itu, kita bahkan  tidak dapat menggerakkan tangan  sekalipun. 

Aneh.. tak seorangpun tertawa atau tersenyum simpul mendengar bu Nana menyebut kata itu. Ia hampir menangis. Akupun Cuma meringis membayangkan betapa sakitnya dada bu Nana kesikut tangan ibu di depannya. 
 
 Tapi ibu penyirih terlanjur murka. Ia sepertinya sudah kehilangan rasa. “Dari tadi kamu emang sok cakep!” katanya kejam. Ibu Nana terus mengaduh. Dia berusaha mundur barang setapak. Tapi kakinya tetap tak beranjak. Tanpa mempedulikan si ibu penyirih tadi bu Nana menangis. “Ini tet*k masalahnya.. sakit sekali..hiks..hiks….”
 
Aku hanya bisa berdo'a dalam hati semoga kami segera sampai di Kebayoran lalu turun dari kereta Langsam untuk mencapai kemerdekaan…