Kamis, 10 November 2011

Kereta ( Part 3 )

Kawan,

Keberuntungan adalah suatu hal yang sangat personal. Sesuatu yang dirasakan oleh seseorang sebagai sebuah keberuntungan, bagi orang lain mungkin merupakan hal yang biasa-biasa saja.

Hari ini aku beruntung mendapatkan kereta "langsam" sehingga aku akan melihat senyum manis Bu Erna, guru piket di sekolahku. Langsam adalah kereta penumpang jarak jauh yang punya ciri -ciri sbb:

1. Warna kereta kuning kusam

2.Di gerbong pertama tidak ada jendela dan kursi. Gerbong itu seperti sebuah los/aula yang digunakan Totto Chan dan teman-temannya untuk kelas SD di Jepang.

3. Gerbong pertama itu penuh dengan para pedagang dan kuli pasar dengan barang bawaan mereka:daun pisang bergulung-gulung, buah-buahan desa (sirsak,pisang,melinjo,pete dsb), umbi-umbian, rebus singkong, bumbu dapur berkarung-karung (lengkuas, salam, sereh, jahe), sayuran, ayam kampung dan sesekali kambing.

4 . Diatas gerbong banyak penumpang duduk, berjejer rapi membentuk barisan orang orang yang mendang, menjulurkan kaki ke depan dengan tungkai hampir menyentuh jendela-jendela kaca kereta api yang sudah retak-retak.Mereka ngobrol sambil merokok dan bercanda, sama sekali tidak takut akan ancaman maut karena terjatuh atau tersengat kabel listrik KRL tegangan tinggi yang hanya beberapa centi diatas kepala mereka.

Mereka merasa beruntung bisa duduk disitu sehingga mereka bisa datang tepat waktu ke tempat kerja.

5. Di pintu masuk sudah penuh orang sehingga hanya orang-orang yang beruntunglah (seperti aku hari ini) yang bisa melesakkan badan kedalamnya.Suara mengaduh orang yang terinjak kakinya atau nyangkut ranselnya adalah pemandangan yang biasa.

6. Solidaritas para penumpangnya sangat tinggi. Mereka akan dengan sukarela dan sukacita mengeserkan inci demi inci tubuhnya (bahkan mengecilkan perutnya :) seperti yang kuceritakan padamu kemarin). Tidak ada yang mengeluh, tidak ada yang melarang penumpang lain merokok atau batuk-batuk, bahkan kalau bisa lewat, pedagang segala rupa boleh mondar mandir dari gerbong satu ke gerbong lainnya. Para pedagang itu selalu tersenyum, dan bahkan bisa bercanda dengan para pedagang lain serta para penumpang langganan.

7. Sudah ya, enam aja dulu.

Oya, kembali ke desktop, aku dan anakku, Teta yg sekarang kelas I SMK 30 ata Boga, alhamdulillah beruntung kini, berdiri di pintu masuk. Disamping kami ada bapak pedagang ayam kampung, lengkap dengan keranjang ayam berisi sekitar 15-20 ekor ayam.
Karena besarnya si keranjang, dan karena penuhnya penumpang di dalam, si abang dan ayamnya tidak bisa masuk ke gerbong barang, jadi cuma sampai pintu, bersama-sama dengan kami, para pekerja dan anak-anak sekolah berbaju putih, yang dari rumahnya harum karena mandi dengan sabun-shampo dan air bersih.

Si abang dan ayamnya sepertinya sudah ada disitu sejak stasiun awal (Rangkas Bitung) atau stasiun kedua, karena volume perbendaharaan tai konot lantung si ayam kampung sudah cukup signifikan.

Teta manyun, mengangkat rok putihnya, dan menutup hidungnya dengan ujung kerudung putihnya. Angin bertiup kencang menerpa melalui celah pintu dan jendela, mengalirkan semerbaknya aroma "Chicken Pu" sepanjang jalan.. sampai ke Tanah Abang.

Tuuuuuuut Tuuuuuut..... siapa hendak turuuuuuuuuuuuuuuut


Rabu, 09 November 2011

Jogja I am coming................


"Ma.. Oim mau sekolah di Sekolah "active learning" ! kata anakku ketika dia masih SD.
Dia menemukan istilah itu mungkin dari bacaan. Dia suka membaca, apa saja.

Katanya, di SD tempat ia belajar nggak actve learning sehingga ia pengen pindah.

Waktu di MTsN (SMP Islam)Pondok Pinang, ia bilang ia ingin meneruskan ke SMA 34. Aku belum pernah mendengar angka itu. Tapi dia keukeuh ingin kesana walaupun aku dan uwak-bibinya merekomendasi sekolah-sekolah lain, mulai dari yang terbagus sampai yang tergratis.

Lalu dia lulus di SMA 34 Pondok Labu. Alhamdulillah lulus sesuai keinginannya. Disana dia bertemu dengan anak-anak yang cool. Ada Dapit (David), Dana, Galih, Lukman, Fizzi.Ada juga yang kocak dan garang seperti anak-anak G@s#$&*

Waktu kelas 2 SMA, Oim sudah memantapkan niat untuk masuk fakultas hukum UGM. Dua kali seminggu ia ikut bimbingan belajar, dan alhamdulillah sekarang ia mendapatkan apa yang diinginkannya itu.

Nah, disinilah cerita intinya baru akan kumulai.

Saat-saat menenti hasil seleksi SENAMPTN adalah saat paling menegangkan buat aku dan Oim. Aku memintanya mengikuti seleksi universitas lain. Aku memilih komputer BSI dan simak UI. Setengah hati Oim mendaftar, karena ia nggak minat.

Aku kesal, karena apa yang akan dia lakukan kalau tidak lulus di UGM? dengan enteng dia menjawab: "Kalau tidak lulus di Jogja, Oim nggak mau kuliah".
"Haa? So,What are you going to do?" aku ngeri membayangkan Oim tinggal di rumah, tiduran lalu main game bola, sementara teman-temannya sibuk belajar di UI, ITB, IPB, UNMA

" Oim mau berternak bebek di kampung," katanya dengan mantap.

Setiap melihat bebek, baik bebek bang Khoer, tetanggaku, yang suka seenaknya berak di teras rumah kami, atau gambar-gambar spanduk di kios-kios bebek goreng, aku teringat wajah Oim. Memakai dudukuy berselempang sarung, dan membawa sebilah bambu, menggiring bebek-bebeknya di pematang sawah desa kami: "riririririri..."

Maaf... aku belum siap. Aku berdoa semoga Oim lulus UGM.Pilihan dia satu-satunya.
Maka sengaja aku menemani dia ke warnet pada hari pengumuman kelulusan ujian yang agung itu.

Kalau lulus, kami akan menangis bersama-sama, dan kalau tidak, aku juga akan tahu dari awal, tidak perlu mendapati dia dengan wajah layu berkata : Maaf maa.. saya belum berhasil "

Bismillah.....
Dengan tangan gemetar, Oim membuka website UGM, menuliskan nomor ujiannya, dan berkata : "MAMAAAAAAAAAAAAAAAA, Oim LULUUUUUUUUUUUUUUS!"

Maka berkemaslah kami. Menuju kota idaman> Djogjakarta !

Jangan salahkan jika di kereta terjadi pelecehan



(2) "Enceeek !"

Rupanya kereta api bisa juga jadi ajang silaturahmi. Buktinya mereka yang setiap hari bertemu didalamnya; bisa menjadi teman, saudara, bahkan pacar.

Ada yang menjadi pacar beneran sehingga jadi jodoh, ada pula pacar sambil lewat atau hanya iseng.

Hari ini aku naik kereta berkenalan  dengan dua ibu guru lain yang mengajar di sekolah yang berbeda. satu di SD Negeri Kebayoran Lama dan yang lain di Bhakti Mulia, Pondok Indah. Si Ibu guru SD Negeri adalah wanita tua yang ramah dan energik. Dia langsung ditawari tempat duduk oleh seorang wanita muda yang selalu duduk di tempat duduk dan gerbong yang sama setiap hari. Rupanya mereka sudah berteman

Ibu SD Negeri bertanya pada ibu yang menawarinya duduk, apakah anaknya yang hilang sudah ditemukan? Dengan terharu dan sumringah si wanita muda menjawab bahwa anak laki2 semata wayangnya telah ditemukan setelah hilang selama 4 hari. Merekapun ngobrol dengan akrabnya.

Si ibu guru SD Bhakti Mulia lebih muda dariku. Anaknya tiga, dan anak ketiganya ternyata satu sekolah dengan Cinta, anak terakhirku. Kami baru kenal pada hari itu dan langsung nyambung.

Ada lagi dua sejoli yang ngobrol pelan dalam kepadatan penumpang itu. Kadang mereka cekikikan keasyikan tak peduli dengan penumpang lain ditengah derasnya keringat yang mengalir lewat sela-sela pori dan tiap lembar rambut mereka.

Si pemuda mengeluh ketika harus turun di stasiunnya, meninggalkan wanita muda yang masih harus lanjut ke destinasi berikutnya.



"Aku duluan ya yaaang..." katanya tanpa malu-malu.

Lain lagi dengan penumpang lain yang bernama mpok Mila, begitulah para penumpang lain memanggil t namanya. Orangnya cukup prigel dan agak montok. Dia juga ceria namun tetap sopan. Mila sudah cukup di kenal di gerbong itu. Beberapa kenalan Mila di gerbong itu adalah Aki Ompong, Herman, Encek, dan ibu-ibu guru yang kusebutkan tadi. Mereka semua berdiri dekat  Mila, sang primadona kereta.

Hari itu Mila mati-matian menghindari "kerapatan" atau "desakan" dari orang-orang yang ada di depannya itu dengan cara melindungi dada dan wajahnya dengan kipas yang ada di tangannya. Orang yang paling deket didepannya adalah Encek, yang juga tiap hari kerja naik KRL di gerbong tersebut.

Sebenarnya hal itu sudah sangat biasa buat Mila karena tiap hari keadaannya memang seperti itu seandainya saja posisi Encek tidak persis menghadapinya. Encekpun berusaha membalikkan badan namun apa daya ia tak bisa saking padatnya. Walhasil Encek malah cengar-cengir ga jelas, sepertinya ia suka  situasi itu sebagai sebuah "bonus".

Kereta berhenti di sebuah stasiun. Desakan penumpang yang baru masuk semakin hebat tak tertanggungkan. Aku terdesak, dan getuk singkong di tas ranselku pasti gepeng kayak opak enye-enye. Mila bersandar ke diding gerbong, menahan rentangan tangan encek yang merapat ke dinding beberapa inci dari telinga Mila. Tangan Encek berada disisi kiri kanan pinggang Mila.

"Encek.... geser luh !" kata Mila cemberut
"Ga bisa gua..nengok aja susah !" jawab Encek terengah-engah.

Aki bersuit suit. Herman berkata;
"Cek... kalau lu difoto bagus dah... mesrah banget!"
"Idih.." kata Mila campur antara jengkel dan malu.


"Ha haha...." Encek dan Aki ompong ketawa.

Suasana makin gaduh. yang menderita, yang tertawa bercampur jadi satu.
Yang tidak suka pada adegan itu melengos, walaupun tak mampu, disebabkan karena apa yang sudah Encek bilang tadi, nengok aja susah.

Pada saat kereta mau berhenti, mungkin pak Masinis belum lihai mengerem, jadilah ia seperti mengerem mendadak. Terdoronglah Encek kearah Mila.

"Enceeeeeeeeeeeeeeeeeeeek !" teriak Pok Mila.

"Hahahahahaha" kata lelaki2 yang terpaksa bertingkah bergajul itu..


Di kereta Serpong-Sudimara-Tanabang - Kota, mau jadi orang alim juga susah.

Naik Kereta Api Tut Tut Tut




 Naik kereta api Tut.. tut..tuuuuuut....




Tidak pernah aku merasa sedekat ini dengan orang. Kecuali hari ini, dan hari hari berikutnya setelah sejak beberapa minggu yang lalu aku memutuskan untuk naik kereta api.

Oya, sebelum kugambarkan kedekatanku dengan orang lain itu, baiklah kuceritakan dulu mengapa aku memilih naik kereta api menuju tempatku mengajar.

Jarak antara rumah dan sekolah tempatku mengajar sekitar 10 km. Pada awalnya aku selalu naik angkot dua kali selama bertahun-tahun, dan aku selalu terlambat karena lalu-lintas sangat macet. Lalu kucoba naik motor dengan anak perempuanku yang sudah SMA. Tapi kedua cara tersebut tetap tidak nyaman dan aman.

Bersyukur ada cara lain yang dapat ku tempuh. Kereta api !


Akhirnya jatuhlah pilihan terakhirku pada kereta api. Dan itu membuat aku sangat gembira karena aku bisa tiba lebih cepat. Hanya 30 menit ! Bayangkan, bertahun tahun aku berada di jalan selama satu setengah jam menuju tempatku bekerja, dan selama itu pulalah ketika menuju pulangnya. What a progress !

Nah, inilah cerita hari-hari pertama aku naik kereta. Aku merasakan kini, betapa dekatnya aku dengan kereta api, dan betapa dekatnya aku dengan para penumpangnya. Sangat dekat.

  I can hear your heart beating !


Tergesa-gesa aku membeli tiket. ada yg ekonomi, rp 1500, ada yg express rp 6000. aku memilih yang pertama mengingat kereta itulah yg datang duluan dan sangat murah.... :) lalu naiklah aku. 


Janganlah kawan berharap aku dapat tempat duduk. sudah bisa masukpun sukurlah. "You are not alone", hiburku. Gerbong berkapasitas 40 penumpang berdiri itu disesaki hampir dua kali lipatnya. And, you know what? Everybody was happy. I can even see they were smiling to each other.

Lega rasanya karena kereta KRL Serpong-Tanabang itu segera melaju. Berdiri sepuluh menit tak apalah, dibandingkan duduk nyaman di angkot di kemacetan dengan bonus debu dan asap.

Di stasiun pertama (Jurang Mangu) kereta berhenti. Sekitar sepuluh penumpang lain masuk ke gerbongku. "Geser-geser!" kata para penumpang baru itu.

Keretapun bergerak lagi. Kami makin dekat satu sama lain. dan ketika kereta berhenti lagi di stasiun berikutnya (Pondok Ranji), sekitar duapuluh orang penumpang kembali mendesak masuk ke gerbongku yang sudah overload itu.

Sebenarnya secara logika matematika manapun, mereka itu sudah tidah dapat lagi masuk kedalam gerbong kami. Tetapi karena merasa senasib dan sepenanggungan, tetap saja kami berusaha bergeser. Kali ini bukan hanya menggeserkan kaki, tapi  badan, tangan ,tas, atau bahkan telingapun kami lipat.

Tak jarang kami harus mengecilkan, maaf, bagian belakang tubuh kami, bagian depan tubuh kami, dan kalau mungkin bagian sisi kiri kanan badan kami, sehingga aku berfikir, jika saja anatomi tubuh manusia-manusia kereta ini tak berdaging, tentu tulang-tulang kami sudah ringsek, sek!!!


Terimakasih ultimately buat Allah Subhanahu wata'ala, karena respiratory organ kami terbungkus rapi oleh tulang dan daging sehingga kami masih dapat bernafas. Hufffffff...







Seperti hari ini. Didepanku adalah seorang pria tinggi besar dan gagah. Dia membelakangiku, dan aku begitu dekat dengannya sehingga aku dapat mendengar detak jantungnya !  Gila..


Di sampingku, ibu penjual gorengan yang tak henti-hentinya berceloteh menawarkan dagangannya. "Saya juga jual payung buu, bukan hanya bakwan.... payung saya bagus bu!" katanya persis di telingaku.

Di belakangku seorang lelaki  yang berjaket tebal dan bau apek. Mungkin sudah bulanan jaket itu tidak dicucinya. Tangannya bergelayut ke atas,  menebarkan aroma  ketiak yang ngadubillah baunya.

"Ya Allah, semoga aku segera sampai di tujuan", doaku .

(Teriring salam manis dari kami buat Pak Dahlan Iskan..). 














(2) "Enceeek !"