Rabu, 09 November 2011

Naik Kereta Api Tut Tut Tut




 Naik kereta api Tut.. tut..tuuuuuut....




Tidak pernah aku merasa sedekat ini dengan orang. Kecuali hari ini, dan hari hari berikutnya setelah sejak beberapa minggu yang lalu aku memutuskan untuk naik kereta api.

Oya, sebelum kugambarkan kedekatanku dengan orang lain itu, baiklah kuceritakan dulu mengapa aku memilih naik kereta api menuju tempatku mengajar.

Jarak antara rumah dan sekolah tempatku mengajar sekitar 10 km. Pada awalnya aku selalu naik angkot dua kali selama bertahun-tahun, dan aku selalu terlambat karena lalu-lintas sangat macet. Lalu kucoba naik motor dengan anak perempuanku yang sudah SMA. Tapi kedua cara tersebut tetap tidak nyaman dan aman.

Bersyukur ada cara lain yang dapat ku tempuh. Kereta api !


Akhirnya jatuhlah pilihan terakhirku pada kereta api. Dan itu membuat aku sangat gembira karena aku bisa tiba lebih cepat. Hanya 30 menit ! Bayangkan, bertahun tahun aku berada di jalan selama satu setengah jam menuju tempatku bekerja, dan selama itu pulalah ketika menuju pulangnya. What a progress !

Nah, inilah cerita hari-hari pertama aku naik kereta. Aku merasakan kini, betapa dekatnya aku dengan kereta api, dan betapa dekatnya aku dengan para penumpangnya. Sangat dekat.

  I can hear your heart beating !


Tergesa-gesa aku membeli tiket. ada yg ekonomi, rp 1500, ada yg express rp 6000. aku memilih yang pertama mengingat kereta itulah yg datang duluan dan sangat murah.... :) lalu naiklah aku. 


Janganlah kawan berharap aku dapat tempat duduk. sudah bisa masukpun sukurlah. "You are not alone", hiburku. Gerbong berkapasitas 40 penumpang berdiri itu disesaki hampir dua kali lipatnya. And, you know what? Everybody was happy. I can even see they were smiling to each other.

Lega rasanya karena kereta KRL Serpong-Tanabang itu segera melaju. Berdiri sepuluh menit tak apalah, dibandingkan duduk nyaman di angkot di kemacetan dengan bonus debu dan asap.

Di stasiun pertama (Jurang Mangu) kereta berhenti. Sekitar sepuluh penumpang lain masuk ke gerbongku. "Geser-geser!" kata para penumpang baru itu.

Keretapun bergerak lagi. Kami makin dekat satu sama lain. dan ketika kereta berhenti lagi di stasiun berikutnya (Pondok Ranji), sekitar duapuluh orang penumpang kembali mendesak masuk ke gerbongku yang sudah overload itu.

Sebenarnya secara logika matematika manapun, mereka itu sudah tidah dapat lagi masuk kedalam gerbong kami. Tetapi karena merasa senasib dan sepenanggungan, tetap saja kami berusaha bergeser. Kali ini bukan hanya menggeserkan kaki, tapi  badan, tangan ,tas, atau bahkan telingapun kami lipat.

Tak jarang kami harus mengecilkan, maaf, bagian belakang tubuh kami, bagian depan tubuh kami, dan kalau mungkin bagian sisi kiri kanan badan kami, sehingga aku berfikir, jika saja anatomi tubuh manusia-manusia kereta ini tak berdaging, tentu tulang-tulang kami sudah ringsek, sek!!!


Terimakasih ultimately buat Allah Subhanahu wata'ala, karena respiratory organ kami terbungkus rapi oleh tulang dan daging sehingga kami masih dapat bernafas. Hufffffff...







Seperti hari ini. Didepanku adalah seorang pria tinggi besar dan gagah. Dia membelakangiku, dan aku begitu dekat dengannya sehingga aku dapat mendengar detak jantungnya !  Gila..


Di sampingku, ibu penjual gorengan yang tak henti-hentinya berceloteh menawarkan dagangannya. "Saya juga jual payung buu, bukan hanya bakwan.... payung saya bagus bu!" katanya persis di telingaku.

Di belakangku seorang lelaki  yang berjaket tebal dan bau apek. Mungkin sudah bulanan jaket itu tidak dicucinya. Tangannya bergelayut ke atas,  menebarkan aroma  ketiak yang ngadubillah baunya.

"Ya Allah, semoga aku segera sampai di tujuan", doaku .

(Teriring salam manis dari kami buat Pak Dahlan Iskan..). 














(2) "Enceeek !"










Tidak ada komentar: