Minggu, 20 September 2015

Cang Ucang angge angge
Mulung muncang saparangge
Digogog ku anjing jengke
Ari gog gog cangunguuuuung...
Itulah kidung kami, rymes kami yang nostalgik. Ia begitu puitis mengantarkan anak-anak kampung kami dari masa batita (bayi tiga s/d empat tahunan) menuju usia kanak-kanak.
Kidung itu tak lekang dari setiap pori kehidupan kami. Walaupun kini teknologi semakin maju dan menggila, tapi kenangan itu takkan hilang. Tak lekang kerna panas tak lapuk kerna hujan...
Embo-embo kampung sangat tahu bagaimana berkomunikasi dengan anak-anak. Tanpa tahu artinya, bahkan tak harus memikirkan hubungan antar kata di kawih itu, Cang Ucang adalah salah satu ikatan fisik dan mental yang membelit kencang tak kan rapuh. Sampai besar, sampai tua, sampai mati.
Sambil mendang di amben si embok meletakkan batitanya di kakinya. Lalu diayunnya berulang ulang secara ritmik tanpa hiraukan pegal betisnya, sambil bersenandung....
Cang ucang angge angge
Mulung Muncang saparangge
digogog ku anjing jengke
lumpatna ka kolong bale..
Ari gog gog cangunguuuung...
Dan si anakpun tertawa berderai...
(Embok.. Apakah kidung itu masih ada?...)
(Pada Kamis sore
Di kemacetan Pasar Jumat)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap mngingatkn pd alm nenek