Minggu, 20 September 2015

Ngadaweung
Di kampungku ada kebiasaan ngadaweung. Ngadaweung adalah duduk rileks di amben atau bale depan rumah/saung dengan posisi mendang.
Mendang hanya bisa dilakukan di amben karena tungkai si pendaweung menjuntai ke bawah, sambil sesekali ngadupak anjing atawa kotok nakal.
Ngadaweung biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin beristirahat setelah lelah bekerja dalam rutinitas harian, baik yang bekerja mencari nafkah atau kerjaan sukarela seperti ibu rumah tangga dan lainnya.
Ngadaweung juga dilakukan oleh mereka yang kerjaannya hanya ngadaweung. Kelompok ini bisa jadi berasal dari orang2 yang berjiwa seni . Mereka betah berlama2 duduk di amben untuk cari inspirasi dari orang-orang yang lewat.
Ada pula yang berasal dari kelompok pembual atau ahli rahul.
Pokoknya semua kalangan bisa mengikuti kegiatan ngadaweung ini. Ngadaweung bisa sebagai media sosial untuk manusia kampung berinteraksi.
Setiap ada orang lewat baik yang berjalan kaki atau naek ojeg akan bertanya begini:
"Keur naon teh/Ka?"
Lalu jawabannya pasti begini:
"Teu... keur ngadaweung bae yeula..."
Berapa kali orang yang ngadaweung akan menjawab dengan kalimat yang sama, tapi tetap saja ritual daweung mendaweung banyak penggemarnya.
Yang unik adalah: Ngadaweung hanya dilakukan oleh orang orang dewasa. Anak-anak biasanya tidak punya waktu untuk ngadaweung. Mereka terlalu sibuk bermain di dunianya sehingga tak bahkan tak terpikir untuk ngadaweung.
"Buat apa?" Kata mereka. "Buang-buang waktu aja !"
Saat ngadaweung terkadang datang satu dua orang tetangga ikut bergabung. Mulailah timbul percakapan ngalor ngidul. Mulai dari topik sederhana sampai yang serius atau dibuat serius.
Kegiatan ngadaweung bisa mendatangkan kebaikan bisa juga sebaliknya. Tergantung motifnya.
Kini aku jarang melihat orang ngadaweung di kampungku.
Kenapa ya? Apa karena udah jarang yang punya amben sehingga nggak bisa mendang...
Ngadaweung nggak asyik kalo di sofa empuk.. apalagi dilakukan di jero imah..

Tidak ada komentar: