Rabu, 09 November 2011

Jangan salahkan jika di kereta terjadi pelecehan



(2) "Enceeek !"

Rupanya kereta api bisa juga jadi ajang silaturahmi. Buktinya mereka yang setiap hari bertemu didalamnya; bisa menjadi teman, saudara, bahkan pacar.

Ada yang menjadi pacar beneran sehingga jadi jodoh, ada pula pacar sambil lewat atau hanya iseng.

Hari ini aku naik kereta berkenalan  dengan dua ibu guru lain yang mengajar di sekolah yang berbeda. satu di SD Negeri Kebayoran Lama dan yang lain di Bhakti Mulia, Pondok Indah. Si Ibu guru SD Negeri adalah wanita tua yang ramah dan energik. Dia langsung ditawari tempat duduk oleh seorang wanita muda yang selalu duduk di tempat duduk dan gerbong yang sama setiap hari. Rupanya mereka sudah berteman

Ibu SD Negeri bertanya pada ibu yang menawarinya duduk, apakah anaknya yang hilang sudah ditemukan? Dengan terharu dan sumringah si wanita muda menjawab bahwa anak laki2 semata wayangnya telah ditemukan setelah hilang selama 4 hari. Merekapun ngobrol dengan akrabnya.

Si ibu guru SD Bhakti Mulia lebih muda dariku. Anaknya tiga, dan anak ketiganya ternyata satu sekolah dengan Cinta, anak terakhirku. Kami baru kenal pada hari itu dan langsung nyambung.

Ada lagi dua sejoli yang ngobrol pelan dalam kepadatan penumpang itu. Kadang mereka cekikikan keasyikan tak peduli dengan penumpang lain ditengah derasnya keringat yang mengalir lewat sela-sela pori dan tiap lembar rambut mereka.

Si pemuda mengeluh ketika harus turun di stasiunnya, meninggalkan wanita muda yang masih harus lanjut ke destinasi berikutnya.



"Aku duluan ya yaaang..." katanya tanpa malu-malu.

Lain lagi dengan penumpang lain yang bernama mpok Mila, begitulah para penumpang lain memanggil t namanya. Orangnya cukup prigel dan agak montok. Dia juga ceria namun tetap sopan. Mila sudah cukup di kenal di gerbong itu. Beberapa kenalan Mila di gerbong itu adalah Aki Ompong, Herman, Encek, dan ibu-ibu guru yang kusebutkan tadi. Mereka semua berdiri dekat  Mila, sang primadona kereta.

Hari itu Mila mati-matian menghindari "kerapatan" atau "desakan" dari orang-orang yang ada di depannya itu dengan cara melindungi dada dan wajahnya dengan kipas yang ada di tangannya. Orang yang paling deket didepannya adalah Encek, yang juga tiap hari kerja naik KRL di gerbong tersebut.

Sebenarnya hal itu sudah sangat biasa buat Mila karena tiap hari keadaannya memang seperti itu seandainya saja posisi Encek tidak persis menghadapinya. Encekpun berusaha membalikkan badan namun apa daya ia tak bisa saking padatnya. Walhasil Encek malah cengar-cengir ga jelas, sepertinya ia suka  situasi itu sebagai sebuah "bonus".

Kereta berhenti di sebuah stasiun. Desakan penumpang yang baru masuk semakin hebat tak tertanggungkan. Aku terdesak, dan getuk singkong di tas ranselku pasti gepeng kayak opak enye-enye. Mila bersandar ke diding gerbong, menahan rentangan tangan encek yang merapat ke dinding beberapa inci dari telinga Mila. Tangan Encek berada disisi kiri kanan pinggang Mila.

"Encek.... geser luh !" kata Mila cemberut
"Ga bisa gua..nengok aja susah !" jawab Encek terengah-engah.

Aki bersuit suit. Herman berkata;
"Cek... kalau lu difoto bagus dah... mesrah banget!"
"Idih.." kata Mila campur antara jengkel dan malu.


"Ha haha...." Encek dan Aki ompong ketawa.

Suasana makin gaduh. yang menderita, yang tertawa bercampur jadi satu.
Yang tidak suka pada adegan itu melengos, walaupun tak mampu, disebabkan karena apa yang sudah Encek bilang tadi, nengok aja susah.

Pada saat kereta mau berhenti, mungkin pak Masinis belum lihai mengerem, jadilah ia seperti mengerem mendadak. Terdoronglah Encek kearah Mila.

"Enceeeeeeeeeeeeeeeeeeeek !" teriak Pok Mila.

"Hahahahahaha" kata lelaki2 yang terpaksa bertingkah bergajul itu..


Di kereta Serpong-Sudimara-Tanabang - Kota, mau jadi orang alim juga susah.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

I am 14 years old, i am from rangkasbitung, 😆😆