Minggu, 20 September 2015

Nyeupah
"Nyeupah" atau nyirih adalah kebiasaan orang2 tua di kampung.
Bukan, bukan hanya di kampung kami, tapi juga di banyak daerah nusantara ini, bahkan juga di semenanjung Malaka.
Konon nyeupah bisa mengawetkan gigi. Bisa jadi hal itu benar karena sampai umur 70 gigi ibuku belum ada yang tanggal.
Aku belum tahu ada kandungan apa dalam seupah yang paketnya terdiri dari sirih, kapur, gambir dan pinang itu sehingga dapat mempengaruhi kesehatan gigi, yang jelas bagi sebagian orang, nyeupah hanyalah kegiatan mengunyah ramuan yang menghasilkan ludah merah.
Akan tetapi bagi sebagian yang lain nyeupah sangatlah penting. Salah satunya ya ibuku ini...
Aku suka memperhatikan ia meramu seupah.
"Jika kamu ingin nyeupah," katanya serius, "pilihlah sirih yang berkualitas baik. Daun sirih harus yang tua dan berwarna hijau kekuningan."
Lalu ia mengoleskan apu (kapur) ke lembaran daun sirih seperi chef yang sudah pro mengoleskan mentega pada rotinya, lalu ia menaburkan gambir seolah sang chef menabur parutan keju Mozarella. Lalu sebagai sentuhan terakhir, ia menambahkan irisan jebug (pinang) sebagai toppingnya.
"Jebug juga harus khusus. Tidak semua pohon jebug dapat menghasilkan buah pinang yang baik. " jelas ibuku bak seorang ahli sambil menggulung dan melipat isi daun sirih dengan hati2.
"Hati2, nanti giyung" kata ibuku sambil mulai mengunyah sirihnya.
Tahukah kamu giyung?
Giyung adalah istilah lain dari mabuk bersekala rendah dimana kepala pusing dan lalanjung. Mungkin jenis jebug tertentu mengandung racun yang berbahaya.
Ibuku terus mengunyah sampai setengah halus, lalu ....
Croooot !!!
Ibuku meludah kedalam paidon/tampolong.
Hanif Ibrahim Mumtaz
Huriyudin Huri

Tidak ada komentar: